https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/issue/feedFAD2025-01-09T01:27:36+00:00Open Journal Systems<p>Prosiding Fakultas Arsitektur dan Desain</p>https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3018PENERAPAN PRINSIP FLEKSIBILITAS DAN ARSITEKTUR KONTEMPORER PADA PERANCANGAN GEDUNG KESENIAN DI KOTA BARU PARAHYANGAN2024-09-06T06:05:22+00:00Didik Setiawandidiksetiawan2333@mhs.itenas.ac.idReza Phalevi Sihombingdidiksetiawan2333@mhs.itenas.ac.id<p><strong>ABSTRAK</strong><br>Bandung dikenal sebagai salah satu pusat kota kreatif, budaya, dan seni. Kegiatan seni dan budaya berkembang cukup pesat di kota Bandung. Banyaknya pelaku dan Jenis kesenian di Kota Bandung, Kota Bandung belum memiliki Gedung Kesenian yang representatif sebagai tempat pertunjukan seni. oleh karena itu dibutuhkan gedung kesenian yang bisa mewadahi pelaku seni dengan berbagai macam aktivitas jenis kesenian. Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mewujudkan rancangan gedung kesenian sebagai ruang kolaborasi antar pelaku seni dengan menerapkan prinsip fleksibilitas arsitektur dan arsitektur Kontemporer. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam merancang bangunan gedung kesenian dengan melakukan elaborasi desain sesuai dengan tema melalui pendekatan ide desain arsitektur dengan menerapkan prinsip fleksibilitas arsitektur dan arsitektur Kontemporer. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip fleksibilitas arsitektur dan arsitektur Kontemporer dapat diterapkan dalam merancang gedung kesenian sebagai wadah interaktif untuk ruang kolaborasi antar pelaku seni secara fungsional dan menjadi ruang baru yang berkontribusi pada perkembangan komunitas, interaksi sosial, dan budaya.<br>Kata kunci : Arsitektur Kontemporer, Fleksibilitas Arsitektur, Gedung Kesenian.</p> <p><strong>ABSTRACT</strong><br>Bandung is known as one of the centers of creativity, culture, and art. The arts and cultural activities in Bandung have been growing rapidly. Despite the many artists and types of arts in Bandung, the city lacks a representative Art Hall that serves as a venue for artistic performances. Therefore, there is a need for an art hall that can accommodate artists with various types of artistic activities. This research aims to design an art hall as a collaborative space for artists by applying the principles of architectural flexibility and contemporary architecture. This study employs a qualitative method to design the art hall building by elaborating on the design according to the theme through an architectural design idea approach, implementing the principles of architectural flexibility and contemporary architecture. The results of this study indicate that the principles of architectural flexibility and contemporary architecture can be applied in designing an art hall as an interactive space for collaboration among artists, serving a functional purpose and becoming a new space that contributes to the development of community, social interaction, and culture.<br>Keywords: Contemporary Architecture, Flexibility Architecture, Performing Arts.</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3019 PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEMPORER PADA DESAIN BANDUNG EXPO PARK, JALAN DR. DJUNJUNAN, BANDUNG2024-09-06T06:11:43+00:00Havi Medio Nur Fauzanhavi.medio15@mhs.itenas.ac.idJuarni Anitahavi.medio15@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Perkembangan arsitektur kontemporer di Indonesia menunjukkan dinamika yang signifikan, mencerminkan kemajuan teknologi, budaya, dan kebutuhan sosial masyarakat. Era ini ditandai dengan integrasi antara warisan budaya lokal dan inovasi modern, menghasilkan karya-karya yang unik dan bernilai estetika tinggi. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya menjadi pusat perkembangan ini, dengan munculnya bangunan-bangunan ikonik yang menggabungkan fungsi, estetika, dan efisiensi energi. Tantangan yang dihadapi termasuk kebutuhan untuk mempertahankan identitas budaya di tengah arus globalisasi dan urbanisasi yang cepat. Secara keseluruhan, arsitektur kontemporer di Indonesia terus berkembang dengan merangkul inovasi untuk masa depan yang lebih baik. Perancangan Bandung Expo Park ini memfasilitasi kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) di Indonesia khususnya di Kota Bandung dengan mengedepankan fleksibilitas ruang, teknologi canggih, dan kenyamanan pengunjung. Desain yang inovatif dan multifungsi memungkinkan transformasi ruang yang cepat sesuai kebutuhan acara. Bandung Expo Park ini dirancang untuk memenuhi permintaan berbagai jenis acara, mulai dari konferensi nasional, pameran dagang otomotif, hingga pertemuan perusahaan dan insentif wisata dengan mengadopsi prinsip-prinsip desain keberlanjutan yang menerapkan gubahan massa ekspresif dan dinamis serta adanya harmonisasi ruang dalam bangunan dengan ruang luar yang memiliki konsep ruang terbuka hijau disertai eksplorasi elemen lanskap. Perkembangan penggunaan material yang kokoh dengan fasad bangunan transparan seperti penggunaan yang didominasi oleh kaca dengan adanya dinding yang dilapisi oleh bahan metal pada bangunan menciptakan sebuah bangunan elegan dan modern.<br>Kata Kunci: Perancangan, Arsitektur Kontemporer, MICE</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The development of contemporary architecture in Indonesia shows significant dynamics, reflecting advances in technology, culture and social needs of society. This era is characterized by the integration of local cultural heritage and modern innovation, producing works that are unique and of high aesthetic value. Big cities such as Jakarta, Bandung and Surabaya are at the center of this development, with the emergence of iconic buildings that combine function, aesthetics and energy efficiency. Challenges faced include the need to maintain cultural identity amidst rapid globalization and urbanization. Overall, contemporary architecture in Indonesia continues to develop by embracing innovation for a better future. The design of the Bandung Expo Park facilitates MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition) activities in Indonesia, especially in the city of Bandung, by prioritizing space flexibility, advanced technology and visitor comfort. The innovative and multifunctional design allows for rapid space transformation according to event needs. Bandung Expo Park is designed to meet the demands of various types of events, from national conferences, automotive trade shows, to corporate meetings and tourism incentives by adopting sustainable design principles that apply expressive and dynamic mass compositions as well as harmonizing the inside space of the building with the outside space.which has a green open space concept accompanied by exploration of landscape elements. The development of the use of sturdy materials with transparent building facades such as the use of glass dominated with walls covered with metal in the building creates an elegant and modern building.<br>Keywords: Design, Contemporary Architecture, MICE</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3020PENERAPAN SUSTAINABLE ARCHITECTURE MELALUI PENDEKATAN ACTIVE DESIGN PADA RUANG DALAM DAN LUAR BANGUNAN MICE BANDUNG2024-09-06T06:26:20+00:00Sultan Muhammad Azharsultanazhar2009@mhs.itenas.ac.idReza Phalevi Sihombingsultanazhar2009@mhs.itenas.ac.idNoveryna Dwika Reztriesultanazhar2009@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Kota Bandung merupakan salah satu kota yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat kegiatan MICE di Indonesia karena statusnya sebagai kota metropolitan dan juga kota kreatif. Oleh karena itu perlu dibangun sebuah bangunan MICE berskala internasional yang dapat memfasilitasi semua kegiatan MICE dengan baik. Namun, rusaknya lingkungan menjadi kendala tersendiri karena pembangunan dalam skala besar cenderung dapat memperburuk kondisi tersebut. Rusaknya lingkungan juga berdampak buruk pada kualitas hidup serta kesehatan masyarakat khususnya yang tinggal di kota-kota besar. Maka dari itu, prinsip arsitektur berkelanjutan melalui pendekatan desain aktif diterapkan pada perancangan bangunan MICE ini untuk mengatasi permasalahan tersebut. Prinsip arsitektur berkelanjutan bertujuan untuk menghasilkan desain bangunan yang lebih ramah terhadap lingkungan, dapat meminimalisir dampak buruk pembangunan terhadap lingkungan, hemat energi sekaligus menghasilkan lingkungan yang lebih sehat. Sementara itu, desain aktif diterapkan dengan tujuan untuk mendorong gaya hidup sehat dengan mempromosikan gaya hidup aktif kepada para masyarakat melalui perancangan sirkulasi di dalam dan luar bangunan sekaligus landscape yang diolah dengan menarik untuk dapat menarik pengunjung beraktivitas. Hasil perancangan bangunan MICE ini diharapkan dapat menjadi fasilitas industri MICE yang ikonik dan digemari oleh masyarakat Kota Bandung namun tetap ramah terhadap lingkungan dan memiliki lingkungan yang sehat untuk para pengunjung beraktivitas di dalamnya.<br>Kata Kunci: Arsitektur Berkelanjutan, Desain Aktif, MICE, Ramah Lingkungan</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Bandung is one of the best cities to be the center of MICE activities in Indonesia due to its status as a metropolitan and creative city. Therefore, it is necessary to build an international-scale MICE building that can facilitate all MICE activities properly. However, environmental degradation is an obstacle because large-scale development tends to worsen the condition. The degredation of the environment compromises people’s quality of life and wellness, especially those who live in cities. Therefore, the principle of sustainable architecture through an active design approach is applied to the design of this MICE building to overcome these problems. The principle of sustainable architecture aims to produce a building design that is more friendly to the environment, can minimize the adverse effects of development on the environment, save energy while producing a healthier environment. Meanwhile, active design is applied with the aim of encouraging healthy lifestyles by promoting active lifestyles to the community through the design of circulation inside and outside the building as well as landscapes that are processed attractively to attract visitors to move. The design of this MICE building is expected to become an iconic MICE industry facility that is favored by the people of Bandung but is still environmentally friendly and has a healthy environment for visitors to do activities in it.<br>Keywords: Active Design, Environmental Friendly, MICE, Sustainable Architecture</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3021IMPLEMENTASI ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR DALAM PENGEMBANGAN FASILITAS MICE DI KOTA BANDUNG2024-09-06T06:48:47+00:00Nita Nurul Azminitanurulazmi161001@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Bandung, dikenal dengan budaya dan keindahan alamnya, memiliki potensi besar dalam mengembangkan sektor pariwisata melalui pengembangan fasilitas MICE. Pariwisata melibatkan perjalanan dan kunjungan dengan berbagai tujuan mulai dari, bisnis, rekreasi, atau lainnya. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya tarik pariwisata di Bandung adalah dengan pengembangan fasilitas MICE. Sebagai pusat kegiatan MICE, Bandung memiliki peluang untuk membangun fasilitas yang tidak hanya mampu menarik banyak wisatawan, tetapi juga memperkuat identitas lokal. Penelitian ini membahas penerapan arsitektur neo vernakular sebagai pendekatan<br>desain dalam pengembangan fasilitas MICE di Bandung. Arsitektur Neo Vernakular menggabungkan elemen arsitektur tradisional dengan konsep modern, menciptakan harmoni antara budaya lokal dan kebutuhan fungsional kontemporer. Pendekatan ini memungkinkan pengembangan fasilitas MICE yang memenuhi kebutuhan fungsional sambil memperkuat karakter budaya lokal. Melalui metode deskriptif kualitatif, penelitian ini menganalisis beberapa studi kasus MICE di Bandung yang telah mengadopsi prinsip-prinsip arsitektur neo vernakular. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggabungan elemen arsitektur tradisional dengan desain modern dalam fasilitas MICE tidak hanya meningkatkan daya tarik visual, tetapi juga memperkaya pengalaman wisatawan dan menjaga warisan budaya lokal. Selain meningkatkan estetika bangunan, penerapan arsitektur Neo Vernakular juga memperkuat identitas budaya lokal dan mendukung prinsip-prinsip keberlanjutan. Pada akhirnya, hal ini dapat berkontribusi pada peningkatan kunjungan wisatawan dan perekonomian lokal.<br>Kata Kunci: Arsitektur Neo Vernakular, Budaya lokal, Fasilitas MICE, Kota Bandung, Wisata</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Bandung, known for its rich culture and natural beauty, holds significant potential for tourism development through the enhancement of MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions) facilities. Tourism involves travel and visits with various purposes, ranging from business to recreation and beyond. One of the factors that can enhance Bandung's tourism appeal is the development of MICE facilities. As a hub for MICE activities, Bandung has the opportunity to build facilities that not only attract many tourists but also strengthen the local identity. This research discusses the application of Neo Vernacular architecture as a design approach in the development of MICE facilities in Bandung. Neo Vernacular Architecture combines elements of traditional architecture with modern concepts, creating harmony between local culture and contemporary functional needs. This approach allows the development of MICE facilities that meet functional requirements while enhancing the local cultural character. Through a qualitative descriptive method,<br>this study analyzes several MICE case studies in Bandung that have adopted Neo Vernacular architectural principles. The results show that the integration of traditional architectural elements with modern design in MICE facilities not only enhances visual appeal but also enriches the tourist experience and preserves local cultural heritage. In addition to improving building aesthetics, the application of Neo Vernacular architecture also strengthens local cultural identity and supports sustainability principles. Ultimately, this can contribute to an increase in tourist visits and the local economy<br>Keywords: Neo Vernacular Architecture, Local Culture, MICE Facilities, Bandung City, Tourism</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3022PENERAPAN ARSITEKTUR KONTEMPORER PADA PERANCANGAN SANGARIUNG EXHIBITION DAN CONVENTION DI KOTA BANDUNG2024-09-06T06:54:25+00:00Dian Hermawandianhermawan113@gmail.comDwi Kustianingrumdianhermawan113@gmail.com<p><strong>Abstrak</strong><br>Pameran dan konferensi atau MICE merupakan suatu kegiatan yang sangat berguna dalam meningkatkan ekonomi dan pertumbuhan suatu daerah. Kota Bandung yang saat ini sedang mengalami perkembangan ekonomi, memerlukan suatu fasilitas yang mendukung kegiatan tersebut, sehingga diperlukan bangunan MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions) untuk lebih mengoptimalkan potensi ekonominya. Sesuai dengan tujuan di atas maka dirancang bangunan Sangariung Exhibition and Convention yang berada di JL.Soekarno Hatta , Kecamatan Buah Batu. Sangariung Exhibition and Convention akan terdiri dari bangunan utama dan fasilitas pendukung, Adapun untuk bangunan utama terdapat 2 fungsi yaitu Convention dan Exhibition, dengan di lengkapi fasilitas pendukung dengan lantai 1 sebagai area utama dan lantai 2 sebagai area foodcourt seperti café, coffee shop, dan co workingspace. Adapun pada area site bangunan terdiri dari beberapa fasilitas pendukung , seperti plazza di area Utara site dan Barat site digunakan sebagai area public space, dan ampi teater terbuka di bagian Selatan site digunakan untuk acara yang bersifat umum. Pada perencanaan bangunan Sangariung ini menggunakan konsep Arsitektur Kontemporer. Arsitektur Kontemporer adaalah sebuah gaya atau perubahan di era modern atau sebuah gaya yang mengikuti perkembangan sebuah zaman, untuk penerapan Arsitektur Kontemporer diimplementasikan pada bagian Fasad, struktur bangunan, dan material yang di implementasikan pada bagian fasade bangunan.<br>Kata Kunci: Arsitektur, ekonomi, mice, pariwisata, seni</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Exhibitions and conferences, or MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions), are activities that are highly beneficial for boosting the economy and the growth of a region. The city of Bandung, which is currently experiencing economic development, requires facilities that support such activities, thus necessitating the construction of a MICE building to further optimize its economic potential. In line with this goal, the Sangariung Exhibition and Convention building is designed to be located on JL. Soekarno Hatta, in Buah Batu District. The Sangariung Exhibition and Convention will consist of a main building and supporting facilities. The main building will serve two purposes: Convention and Exhibition, complemented by supporting facilities, with the first floor serving as the main area and the second floor as a food court area featuring cafés, coffee shops, and co-working spaces. The site of the building will also include several supporting facilities, such as plazas in the northern and western areas of the site used as public spaces, and an open amphitheater in the southern part of the site for public events. The design of the Sangariung building adopts a Contemporary Architecture concept. Contemporary Architecture is a style or transformation in the modern era, which can be described as a style that follows the developments of the times. This concept is implemented in the facade, building structure, and materials applied to the building’s facade.<br>Keywords: architecture,economy,culture, tourism, mice</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3023EKSPLORASI DESAIN ARSITEKTUR MODERN PADA BANGUNAN BANDUNG SKYLINE EXPO CENTER DI KOTA BANDUNG2024-09-06T07:22:53+00:00Fikri Amarulhaqfikriamar617@mhs.itenas.ac.idErwin Yuniar Rahadianfikriamar617@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Pusat pameran dan kegiatan yang sedang berkembang pesat meningkatnya jumlah perusahaan yang melakukan perkenalan produk dengan menyelenggarakan pameran. Arsitektur yang minimalis menggunakan geometri abstrak serta material, menjadikannya inovasi arsitektur abad ke-21. Selain sebagai pusat acara, mencerminkan identitas Kota Bandung dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi serta perkembangan industri di Jawa Barat. MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) juga berkembang di kota Bandung, sehingga keberadaan Exhibition Centre dapat mewadahi kegiatan tersebut sekaligus meningkatkan kegiatan pariwisata di Bandung. Fasilitasnya dirancang untuk berbagai jenis acara, dari pameran hingga konferensi internasional, dengan ruang yang fleksibel dan multifungsi. Pusat ini juga memperhatikan aspek keberlanjutan dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan dan efisien energi. Bangunan MICE memperkuat posisi Bandung sebagai kota kreatif menjadi simbol masa depan bagi kota ini. Setelah pandemi ini, banyak masyarakat yang harus menjalankan aktivitasnya sesuai dengan tatanan kenormalan baru. Oleh karena itu, perencanaan pusat pameran dan konvensi menggunakan konsep baru merupakan pilihan tepat pada bangunan, karena dapat memberikan kenyamanan. dan berguna dalam pengerjaan bangunan itu sendiri.<br>Kata Kunci: Arsitektur Modern, Kota Bandung, Pameran dan Konvensi, Pusat Pengembangan Ekonomi, Skyline Expo Center</p> <p><strong>Abstract</strong><br>A fast-growing exhibition and activity center where an increasing number of companies are introducing their products through exhibitions. The minimalist architecture uses abstract geometry and materials, making it a 21st century architectural innovation. In addition to being an event center, it reflects the identity of Bandung and contributes to economic growth and industrial development in West Java. MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) is also growing in the city, so the Exhibition Center can accommodate these activities while increasing tourism activities in Bandung. The facilities are designed for various types of events, from exhibitions to international conferences, with flexible and multifunctional spaces. The center also takes sustainability into account by using environmentally friendly and energy-efficient technologies. The MICE building reinforces Bandung's position as a creative city and symbolizes the future for the city. After the pandemic, many people have to carry out their activities according to the new normal. Therefore, planning an exhibition and convention center using a new concept is the right choice in the building, because it can provide comfort and is useful in the workmanship of the building itself.<br>Keywords: Modern Architecture, Bandung City, Exhibitions and Conventions, Economic Development Center, Skyline Expo Center</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3024PENERAPAN ORIGAMI ARCHITECTURE BY CONTRAST TERHADAP ATAP DAN FASAD PERANCANGAN PERFORMING ARTS CENTER DI KOTA BARU PARAHYANGAN2024-09-06T07:31:48+00:00Shefa Yunel Handikashefa1736@gmail.comReza Phalevi Sihombingshefa1736@gmail.com<p><strong>Abstrak</strong><br>Kota Bandung dikenal sebagai pusat kebudayaan dan seni di Indonesia, tetapi belum memiliki gedung kesenian yang memadai untuk menampung banyaknya kegiatan pertunjukkan seni yang ada. Ketiadaan fasilitas yang representatif menjadi kendala dalam pengembangan potensi seni di kota ini, oleh karena itu dibutuhkan gedung pertunjukkan seni yang memadai berbagai kegiatan seni dari kebutuhan para seniman dan penikmat seni. Tujuan penelitian ini adalah mewujudkan rancangan gedung kesenian yang representatif dengan menerapkan atau implementasi konsep origami arsitektur terhadap atap dan fasad perancangan Lang Performing Arts Center di Kota Baru Parahyangan. Metode kualitatif digunakan untuk melakukan komplarasi eskplorasi bentuk melalui origami untuk mengshasilkan form, folding, dan pattern dengan menerapkan pada atap serta fasad bangunan Performing Arts Center. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep Origami Architecture dapat diterapkan meliputi sifat origami yaitu form, folding, dan pattern terhadap atap serta fasad bangunan Performing Arts Center. Melalui konsep Origami Architecture, bangunan Performing Arts Center menjadi sangat meresenpretatifkan bangunan pertunjukkan seni, ikonik, dan kontras dari bangunan sekitarnya.<br>Kata Kunci: Contrast, Origami architecture, Performing arts center.</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Bandung is known as the center of culture and art in Indonesia, but does not yet have an adequate art building to accommodate the many art performance activities that exist. The absence of a representative facility is an obstacle in developing the potential of art in this city, therefore an adequate art performance building is needed for various art activities from the needs of artists and art lovers. The purpose of this research is to realize the design of a representative arts building by applying or implementing the concept of architectural origami to the roof and facade of the Lang Performing Arts Center design in Kota Baru Parahyangan. The qualitative method is used to conduct form exploration through origami to produce form, folding, and pattern by applying to the roof and facade of the Performing Arts Center building. The results of this research show that the concept of Origami Architecture can be applied including origami properties, namely form, folding, and pattern to the roof and facade of the Performing Arts Center building. Through the concept of Origami Architecture, the Performing Arts Center building becomes very interpretative of the performing arts building, iconic, and contrasts from the surrounding buildings.<br>Keywords: Contrast, Origami architecture, Performing arts center.</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3027PENDEKATAN EFISIENSI ENERGI MELALUI RAIN HARVESTING DAN CROSS VENTILATION PADA RANCANGAN CONVENTION & EXHIBITION DI KIARACONDONG2024-09-06T07:46:09+00:00Faris Azka Tjakrasondjajafaris.azka@mhs.itenas.ac.idReza Phalevi Sihombingfaris.azka@mhs.itenas.ac.idNoveryna Dwika Reztriefaris.azka@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Kiaracondong, salah satu wilayah yang berkembang pesat di kota Bandung, menghadapi tantangan untuk menciptakan bangunan konvensi yang efisien energi dan ramah lingkungan di tengah laju urbanisasi yang cepat. Convention & Exhibition Center di kawasan ini tidak hanya diharapkan mampu menampung berbagai acara seperti pameran dan seminar, tetapi juga dirancang untuk memaksimalkan efisiensi energi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Dalam konteks kesadaran global yang semakin meningkat mengenai perubahan iklim dan pentingnya pengurangan konsumsi energi, arsitek dan perencana kota perlu menemukan solusi desain yang inovatif dan adaptif. Jurnal ini memfokuskan pada penerapan strategi rain harvesting dan cross ventilation dalam desain Convention & Exhibition Center di Kiaracondong. Rain harvesting adalah teknik pengumpulan dan penyimpanan air hujan yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, sehingga mengurangi ketergantungan pada sumber air konvensional. Sementara itu, cross ventilation memungkinkan sirkulasi udara alami di dalam bangunan, sehingga mengurangi kebutuhan sistem pendinginan mekanis, meningkatkan kenyamanan termal, dan mengurangi konsumsi energi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mengevaluasi efektivitas dan dampak dari penerapan kedua strategi ini dalam mencapai efisiensi energi dan keberlanjutan. Hasil analisis ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan praktik desain bangunan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, khususnya di kawasan urban yang terus berkembang seperti Kiaracondong.<br>Kata Kunci:<br>(Cross Ventilation, Efisiensi Energi, Rain Harvesting)</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Kiaracondong, one of the fastest growing areas in the city of Bandung, faces the challenge of creating an energy efficient and environmentally friendly convention building amidst the rapid pace of urbanization. The Convention & Exhibition Center in this area is not only expected to be able to accommodate various events such as exhibitions and seminars, but also designed to maximize energy efficiency and sustainable use of natural resources. In the context of increasing global awareness of climate change and the importance of reducing energy consumption, architects and urban planners need to find innovative and adaptive design solutions. This journal focuses on the application of rain harvesting and cross ventilation strategies in the design of Convention & Exhibition Center in Kiaracondong. Rain harvesting is a technique of collecting and storing rainwater that can be used for various needs, thus reducing dependence on conventional water sources. Meanwhile, cross ventilation allows natural air circulation within the building, thereby reducing the need for mechanical cooling systems, improving thermal comfort, and reducing energy consumption. This research uses a qualitative descriptive method to evaluate the effectiveness and impact of implementing these two strategies in achieving energy efficiency and sustainability. The results of this analysis are expected to contribute to the development of more environmentally friendly and sustainable building design practices, especially in growing urban areas such as Kiaracondong.<br>Keywords:<br>(Cross Ventilation, Energy Efficiency, Rain Harvesting)</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3028PENERAPAN TEMA ARSITEKTUR POST-MODERN PADA TIMEBRIDGE CONVENTION EXHIBITION CENTER DI KOTA BANDUNG2024-09-06T08:04:18+00:00Gita Dewi Maharanigita.dewi@mhs.itenas.ac.idErwin Yuniar Rahadiangita.dewi@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Setelah pandemi Covid-19 mereda, pembatasan kegiatan masyarakat di Kota Bandung mulai dilonggarkan. Aktivitas bisnis, industri, pariwisata, dan perekonomian secara bertahap mulai kembali normal. Meskipun demikian, kembalinya aktivitas tersebut tidak diimbangi dengan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang saat ini diperlukan Kota bandung adalah gedung MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) yang fleksibel dan dapat memfasilitasi beragam kegiatan. Motode yang dilakukan yaitu dimulai dengan persiapan, survey lokasi, studi, pengolahan data, dan perancangan. Bangunan Timebridge Convention Exhibition Center dirancang menggunakan pendekatan Arsitektur Post-Modern yang unik dan fleksibel dengan memadukan elemen-elemen dari masa lampau dengan teknologi masa kini. Hasilnya, bangunan ini menciptakan bangunan yang estetis namun tetap mengedepankan fungsionalitas dan fleksibilitas. Selain dapat memfasilitasi kegiatan MICE, Timebridge Convention Exhibition Center juga dapat memfasilitasi kegiatan di bidang Industri Kreatif seperti Mini Konser hingga acara Pernikahan. Tema Post-Modern berhasil diterapkan pada fasad bangunan dimana fasad Timebridge Convention Exhibition Center ini memiliki fasad dengan desain yang mencolok yang dapat menarik pengunjung . Hal tersebut diharapkan bangunan ini dapat menjadi fasilitas yang tidak hanya menarik secara visual namun juga berguna bagi masyarakat.<br>Kata Kunci: Arsitektur Post-Modern, Konvensi, Kota Bandung, Pameran, Pariwisata</p> <p><strong>Abstract</strong><br>After the Covid-19 pandemic subsided, restrictions on community activities in Bandung City began to be relaxed. Business, industrial, tourism and economic activities are gradually starting to return to normal. However, the return of these activities is not accompanied by adequate facilities. The facilities currently needed by the city of Bandung are MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) buildings which are flexible and can facilitate various activities. The method used is starting with preparation, location survey, study, data processing and design. The Timebridge Convention Exhibition Center building was designed using a unique and flexible Post-Modern Architecture approach by combining elements from the past with today's technology. As a result, this building creates a building that is aesthetically pleasing but still prioritizes functionality and flexibility. Apart from being able to facilitate MICE activities, the Timebridge Convention Exhibition Center can also facilitate activities in the Creative Industry sector such as mini concerts and wedding events. The Post-Modern theme has been successfully applied to the building facade where the Timebridge Convention Exhibition Center facade has a facade with a striking design that can attract visitors. It is hoped that this building can become a facility that is not only visually attractive but also useful for the community.<br>Keywords: Bandung City, Convention, Exhibition, Post-Modern Architecture, Tourism</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3029PENERAPAN ARSITEKTUR FUTURISTIK DALAM PERANCANGAN BANGUNAN CONVENTIOAN & EXHIBITION CENTER DI KOTA BANDUNG2024-09-06T08:21:04+00:00Tri cahyo Darwantotri.cahyo@mhs.itena.ac.idBambang Subektitri.cahyo@mhs.itena.ac.idAgung Prabowo Sulistiawantri.cahyo@mhs.itena.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Perancangan Convention & Exhibition Center di Kota Bandung mengadopsi arsitektur futuristik untuk menciptakan sebuah ikon modern. Desain yang menonjolkan elemen inovatif seperti curtain wall, green wall, dan secondary skin yang memberi kesan timbul, yang menghadirkan tampilan dinamis dan tidak simetris. Struktur bentang lebar flat truss yang diekspos tidak hanya menekankan kekuatan konstruksi tetapi juga memberikan nilai estetika yang progresif. Konsep smart building terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan kenyamanan, serta memungkinkan interaksi cerdas antara bangunan dan lingkungannya. Eksterior dan interior mengusung bentuk-bentuk melengkung dan asimetris dengan pencahayaan adaptif serta material monokrom yang modern, menciptakan ruang yang menarik dan adaptif. Desain ini bertujuan memenuhi kebutuhan fungsional dan estetika, serta menjadi pusat kegiatan ekonomi dan budaya yang berdampak positif bagi masyarakat sekitar. Integrasi arsitektur futuristik, desain fasad inovatif, struktur yang diekspos, dan konsep smart building membentuk bangunan yang berkelanjutan, relevan dengan perkembangan teknologi, dan berkontribusi pada kemajuan kota secara keseluruhan. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya inovasi dalam arsitektur untuk menciptakan ruang yang tidak hanya estetis, tetapi juga fungsional dan responsif terhadap kebutuhan masa depan.<br>Kata Kunci: (Mice , Bangunan Gedung Cerdas , Arsitektur Futuristik)</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The design of the Convention & Exhibition Center in Bandung adopts a futuristic architecture to create a modern icon. The design features innovative elements such as curtain walls, green walls, and a secondary skin that provides a raised, dynamic, and asymmetrical appearance. The exposed flat truss structure not only emphasizes construction strength but also offers a progressive aesthetic value. The integrated smart building concept enhances management efficiency and comfort while enabling intelligent interaction between the building and its environment. The exterior and interior incorporate curved and asymmetrical forms with adaptive lighting and modern monochromatic materials, creating engaging and adaptable spaces. This design aims to meet both functional and aesthetic needs and to serve as a center for economic and cultural activities with a positive impact on the local community. The integration of futuristic architecture, innovative facade design, exposed structures, and smart building concepts results in a sustainable building that is relevant to technological advancements and contributes to the overall progress of the city.<br>This study highlights the importance of innovation in architecture for creating spaces that are not only aesthetic but also functional and responsive to future needs.<br>Keywords: ( Mice , Smart Buildings , Futuristic Architecture)</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3030PENERAPAN ORNAMEN BUDAYA SUNDA PADA BANGUNAN MICE BANDUNG DENGAN PRINSIP ARSITEKTUR POSTMODERN2024-09-06T08:32:23+00:00Robi Hidayatrobi.hidayat@mhs.itenas.ac.idReza Phalevi Sihombingrobi.hidayat@mhs.itenas.ac.idNoveryna Dwika Reztrierobi.hidayat@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Banyak kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di kota Bandung dalam berbagai bidang, baik itu kegiatan sosial, budaya, maupun ekonomi. Bandung sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pembangunan MICE, dengan infrastruktur yang memadai untuk kegiatan MICE. Banyak bangunan di Kota Bandung dan beberapa kota lain di Indonesia tidak mencerminkan identitas budaya lokal, melainkan menggunakan desain modern atau tren arsitektur universal. Hal ini mengurangi kekhasan kota dan pemahaman tentang warisan budaya sunda, serta menghadirkan tantangan dalam menjaga keberlanjutan dan memperkuat daya tarik khususnya di dunia arsitektur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dari hasil rancangan Tugas Akhir. Bangunan yang dirancang berupa Boboko ExPO yang menggunakan tema ekspresi ornamen budaya sunda dengan gaya arsitektur postmodern dengan sentuhan vernakular. Tujuannya untuk mengintegrasikan elemen budaya lokal dalam desain bangunan guna meningkatkan identitas budaya lokal. Ornamen yang digunakan pada bangunan ini terinspirasi dari tarian sunda yaitu tarian merak dan jaipong. Penerapan ornamen dengan tarian budaya sunda ini<br>diterapkan pada beberapa bagian rancangan bangunan, diantaranya pada fasad bangunan dan interior bangunan. Dengan demikian, dapat diharapkan bangunan ini dapat menjadikan identitas lokal dan fasilitas bagi kegiatan yang berada di kota Bandung.<br>Kata Kunci: Budaya Sunda, MICE, Ornamen, Postmodern, Vernakular</p> <p><strong>Abstract</strong><br>There are many activities carried out by people in the city of Bandung in various fields, be it social, cultural or economic activities. Bandung, as one of the metropolitan cities in Indonesia, has great potential to become a center for MICE development, with adequate infrastructure for MICE activities. Many buildings in the city of Bandung and several other cities in Indonesia do not reflect local cultural identity, but instead use modern designs or universal architectural trends. This reduces the city's uniqueness and understanding of Sundanese cultural heritage, as well as presenting challenges in maintaining sustainability and strengthening its appeal, especially in the world of architecture. The method used in this research uses descriptive analysis of the results of the Final Project design. The building designed is a Boboko ExPO which uses the theme of Sundanese cultural ornamental expressions with a postmodern architectural style with a vernacular touch. The aim is to integrate local cultural elements in building design to enhance local cultural identity. The ornaments used in this building are inspired by Sundanese dances, namely the peacock and jaipong dances. The application of ornaments with Sundanese cultural dances is applied to several parts of the building design, including the building facade and building interior. Thus, it can be hoped that this building can create a local identity and facilities for activities in the city of<br>Bandung.<br>Keywords: Ornament, Postmodern, Sunda Culture, Vernacular</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3031PENERAPAN KONSEP MOVEMENT ARCHITECTURE PADA BANGUNAN MICE UNTUK MENDUKUNG FLEKSIBILITAS DI KOTA BANDUNG2024-09-06T09:08:00+00:00Muhammad Faqih Alaudin Sidiqmuhammad.faqih@mhs.itenas.ac.idTecky Hendrartomuhammad.faqih@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Bangunan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) merupakah sebuah konsep bangunan yang menyatukan beberapa fungsi dalam satu gedung atau kawasan. Pada saat ini di Indonesia khususnya Kota Bandung masih belum banyak bangunan yang mendukung konsep MICE. Penerapan konsep Movement Architecture berfokus pada pengaturan ruang dalam atau area publik yang memperhatikan fleksibilitas. Dengan kata lain perancangan ruang dalam dan luar bangunan memperhatikan aluran lalu lintas penggunanya, seperti arah gerakan, aksesibilitas, dan pengalaman pengguna. pendekatan Movement Architecture menjadi kunci untuk perancangan bangunan MICE yang fleksibel. Aspek berkesinambungan sangat penting dalam sebuah bangunan MICE. Bangunan MICE membutuhkan area yang luas dan bangunan yang luas, sehingga faktor itu sangat memengaruhi. konsep Movement Architecture juga dapa memberikan pengalaman yang baru bagi pengunjung, karena setiap datang bentuk dari ruang akan berubah mengikuti kebutuhan dari pengguna itu sendiri. Bangunan MICE juga diharapkan dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada beberapa tahun yang akan datang bangunan MICE masih dapat mendukung kegiatan- kegiatan yang mungkin ada di masa yang akan datang. Penerapan konsep MICE dapat diaplikasikan pada beberapa bagian pada bagian interior maupun exterior bangunan, seperti bentuk façade, bentuk pola lantai, fungsi ruang dalam, dan lain lain.<br>Kata Kunci: Aksesibilitas, Fleksibilitas, MICE, Movement</p> <p><strong>Abstract</strong><br>MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) building is a building concept that unites several functions in one building or area. At this time in Indonesia, especially Bandung, there are still not many buildings that support the MICE concept. The application of the Movement Architecture concept focuses on organizing indoor space or public areas that pay attention to flexibility. In other words, the design of the inner and outer space of the building pays attention to the flow of user traffic, such as the direction of movement, accessibility, and user experience. Movement Architecture approach is the key to designing flexible MICE buildings. The sustainable aspect is very important in a MICE building. The MICE building requires a large area and a large building, so that factor is very influential. the Movement Architecture concept can also provide a new experience for visitors, because every time they come the shape of the space will change following the needs of the user itself. The MICE building is also expected to be used for a long period of time. In the next few years the MICE building can still support activities that may exist in the future. The application of the MICE concept can be applied to several parts of the interior and exterior of the building, such as the shape of the façade, the shape of the floor pattern, the function of the interior space, and others.<br>Keywords: Accessibility, Flexibility, MICE, Movement</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3711PENERAPAN KONSEP PAST TO THE FUTURE PADA PUSAT KEBUDAYAAN DI KOTA BARU PARAHYANGAN2025-01-08T05:54:29+00:00Rafi Yanwar Firdausrafi.yanwar@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Seiring dengan perkembangan zaman dan era keterbukaan teknologi memungkinkan masuknya seni dan budaya asing. Seni dan budaya asing dinilai lebih modern serta menarik dibandingkan dengan seni dan budaya lokal. Keanekaragaman seni dan budaya Indonesia seharusnya menjadi nilai lebih bagi para generasi yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai<br>perancangan pusat kebudayaan yang diharapkan dapat menjadi jembatan seni dan budaya dari masa lalu ke masa depan. Fokus dari konsep pusat kebudayaan ini mengenalkan seni dan budaya Indonesia kepada generasi yang akan datang. Salah satu pengenalan seni dan budaya Indonesia yaitu dengan gaya arsitektur dari berbagai daerah. Metode kualitatif eksploratif digunakan pada penelitian ini. Kualitatif digunakan sebagai metode untuk mengumpulkan data dari gaya arsitektur yang akan diterapkan pada desain. Metode eksploratif diaplikasikan pada proses eksplorasi desain dari gaya arsitektur yang didapatkan. Representasi dari masa lalu ke masa depan diterapkan dengan penggunaan material yang berbeda. Penggunaan material atap rumbia merepresentasikan konsep dari masa lalu. Sementara itu, material atap bitumen merepresentasikan konsep dari masa depan. Implementasi dari konsep arsitektur dari masa lalu ke masa depan ini diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para generasi muda untuk datang dan mempelajari tentang seni dan budaya Indonesia.<br>Kata Kunci: Masa Depan, Masa Lalu, Pusat Kebudayaan, Seni dan Budaya</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Along with the times and the era of technological openness allows the entry of foreign arts and cultures. Foreign arts and cultures are considered more modern and attractive than local arts and cultures. The diversity of Indonesian arts and culture should be a plus for future generations. This research aims to discuss the design of a cultural center that is expected to be a bridge of art and culture from the past to the future. The focus of this cultural center concept introduces Indonesian arts and culture to future generations. One of the introductions to Indonesian art and culture is through architectural styles from various regions. Explorative qualitative method is used in this research. Qualitative is used as a method to collect data from architectural styles that will be applied to the design. The explorative method is applied to the design exploration process of the architectural styles obtained. Representation from the past to the future is applied with the use of different materials. The use of thatched roof material represents the concept of the past. Meanwhile, bitumen roofing material represents the concept of the future. The implementation of the architectural concept from the past to the future is expected to be an attraction for the younger generation to come and learn about Indonesian art and culture.<br>Keywords: Future, Past, Cultural Center, Art and Culture</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3712REPRESENTASI POLA “TRI TANGTU” SUNDA PADA BANGUNAN MICE DI KOTA BANDUNG2025-01-08T06:03:12+00:00Nadia Silvianingsihnadia.silvianingsih@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Majunya era modern membuat budaya lokal perlahan mulai terlupakan, oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk tetap menjaga kekayaan budaya yang ada. Salah satunya adalah dengan merepresentasikan nilai Tri Tangtu pada perancangan bangunan MICE. “Tri Tangtu” merupakan salah satu budaya dari Kota Bandung yang berarti tiga nilai yang menjadi satu kesatuan. Tri Tangtu diterapkan pada bangunan dengan cara menggabungkan tiga nilai hubungan antara bangunan dengan manusia, bangunan dengan lingkungan, serta manusia dengan lingkungan sekitarnya demi menghasilkan sebuah desain yang menjadi satu kesatuan agar bangunan ini dapat memberi manfaat bagi manusia dan lingkungan sekitar. Metode penelitian yang digunakan dalam perancangan bangunan ini berupa 5 tahapan penting yaitu berupa tahap persiapan, survey, studi, konsep, dan tahapan perancangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa desain bangunan MICE yang mengintegrasikan nilai dari Tri Tangtu dapat menciptakan sebuah ruang yang harmonis dan fungsional dengan memperhatikan kenyamanan dan keamanan manusia sebagai penggunanya, adaptif terhadap iklim sekitar dengan cara memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan alami dalam bangunan, penggunaan material yang ramah lingkungan, serta pemanfaatan lahan hijau dengan tersedianya rain garden dan taman-taman hijau yang selain berperan sebagai daerah resapan air juga berperan sebagai ruang terbuka hijau untuk masyarakat sekitar menikmati area bangunan.<br>Kata Kunci: Budaya, MICE, Representasi, Tri Tangtu</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The advancement of the modern era means that local culture is slowly being forgotten, therefore efforts are needed to maintain the cultures. One of them is by representing the Tri Tangtu values in the design of MICE buildings. "Tri Tangtu" is a culture from the city of Bandung which means three values that become one unit. Tri Tangtu is applied to the building by integrating three key relationships: between the building and its users, between the building and its environment, and between the users and their surrounding environment. This approach aims to create a cohesive design that benefits both people and the surrounding environment. The research method involves five crucial stages: preparation, survey, study, concept, and design. The findings indicate that a MICE building design incorporating the Tri Tangtu value can create a harmonious and functional space. It emphasizes user comfort and safety, climate adaptability through natural lighting and ventilation, the use of environmentally friendly materials, and the incorporation of green spaces such as rain gardens and green parks, which serve both as water absorption areas and public open spaces for the community to enjoy the building and the environment to all.<br>Keywords: Culture, MICE, Representation, Tri Tangtu</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3713PENERAPAN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR PADA PERANCANGAN GEDUNG KESENIAN DI KOTA BARU PARAHYANGAN KABUPATEN BANDUNG2025-01-08T06:21:14+00:00Lulu Naufaly Rizqlulu.naufaly@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Kota Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, yang dikenal sebagai salah satu kota kreatif dan inovatif. Gedung kesenian menjadi salah satu hal yang dibutuhkan saat ini di setiap kota terutama kota besar, Gedung kesenian tidak hanya menyediakan panggung pertunjukan saja, tetapi juga menyediakan wadah untuk menyalurkan bakat potensi dan kreativitas kesenian Perancangan Gedung kesenian ini di latar belakangi oleh minimnya tempat yang memadai untuk para artis lokal atau seniman untuk mengexplorasi kreatifitas dan bakat yang dimiliki. Arsitektur Neo-Vernakular merupakan perpaduan dari arsitektur vernakular yang disatu padukan dengan gaya arsitektur modern. Arsitektur vernakular adalah paham yang berkembang dalam Masyarakat lokal, dengan material dan mencerminkan gaya lokal didaerah tersebut. Perancangan Gedung kesenian ini terdiri dari Persiapan, studi literatur dan referensi, Analisis Kontekstual, Pengembangan konsep awal, dan Perancangan. Hasil akhir dari perancangan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperkaya khasanah arsitektur di Kabupaten Bandung, sekaligus menjadi fasilitas yang mendukung pelestarian dan pengembangan seni dan budaya lokal.<br>Kata Kunci: Arsitektur Neo-Vernakular, Desain Tradisional Modern, Kreativitas Seni dan Budaya, Kota Bandung</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Bandung, the capital city of West Java Province, is renowned as one of Indonesia's creative and innovative cities. A performing arts center is increasingly essential, especially in major cities, as it provides not only a stage for performances but also a platform to nurture and channel artistic talent and creativity. The design of this arts center is motivated by the lack of adequate spaces for local artists and performers to explore and express their creativity. Neo-Vernacular architecture, a fusion of traditional vernacular architecture with modern design elements, is the chosen approach for this project. Vernacular architecture reflects the local style and materials that are characteristic of the area. The design process for this arts center includes preparation, literature review and reference studies, contextual analysis, initial concept development, and detailed design. The final design is expected to make a significant contribution to the architectural landscape of Bandung, while also providing a facility that supports the preservation and development of local arts and culture.<br>Keywords: Bandung City, Cultural and Artistic Creativity, Neo-vernacular Architecture, Traditional Modern Design</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3714PENERAPAN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR PADA NEO-PARAHYANGAN PERFORMING ART CENTER DI KABUPATEN BANDUNG BARAT2025-01-08T06:39:50+00:00Erwin Kuncoroerwin.kuncoro@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Kebudayaan Sunda khususnya daerah di Provinsi Jawa Barat memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan seni yang unik dan beragam. Kota Bandung menjadi salah satu destinasi wisata budaya sunda yang sangat diminati. Data yang diperoleh Kota Bandung memiliki 251 jenis kesenian tradisional. Namun, seiring berkembangnya kesenian di Kota Bandung kurang didukungnya oleh fasilitas penunjang kegiatan pagelaran seni yang mempuni. Walaupun saat ini sudah terdapat beberapa bangunan pertunjukkan di Kota Bandung, tetapi belum memenuhi semua kebutuhan bagi para pementas seni. Neo Parahyangan Performing Art Center merupakan salah satu solusi atas permasalahan tersebut. Neo – Parahyangan Performing Art Center (Pusat Pertunjukkan Seni) adalah suatu fasilitas umum yang dapat digunakan oleh siapapun dan memiliki fungsi sebagai wadah kegiatan pertunjukkan kesenian. Berlokasi di Kota Baru Parahyangan menjadi tempat yang sangat strategis karena lokasinya yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Mengangkat tema Vernakular Sunda yang dipadukan dengan gaya modern memunculkan tema Neo – Vernakular yang menjadi tema pada desain Performing Art Center. Mempertahankan kebudayaan asli sunda dan mengenalkannya kepada publik dengan gaya modern, selain dapat menarik perhatian pengunjung juga mengenalkan Budaya Sunda yang tak boleh hilang dan tergantikan. Maka, perancangan Performing Art Center ini memiliki tujuan sebagai wadah aktivitas pemeran seni yang dapat memenuhi kebutuhan dan menjadi tempat yang diminati oleh masyarakat sebagai objek wisata edukasi budaya. Selain itu, mengangkat tema Neo – Vernakular sebagai tema utama juga sebagai upaya pelestarian budaya yang semakin lama semakin tergeserkan serta merupakan usaha agar tertap menyeimbangkan antara budaya lokal dan modern.<br>Kata Kunci : Budaya Sunda, Neo-Vernakular, Neo-Parahyangan Performing Art Center</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Sundanese culture, especially in West Java Province, has a great influence on the development of unique and diverse arts. The city of Bandung is one of the most popular tourist destinations for Sundanese culture. Data obtained by Bandung City has 251 types of traditional arts. However, along with the development of art in the city of Bandung, it is not supported by supporting facilities for art performance activities. Although there are currently several performance buildings in the city of Bandung, they do not meet all the needs of art performers. Neo Parahyangan Performing Art Center is one of the solutions to this problem. Neo - Parahyangan Performing Art Center is a public facility that can be used by anyone and has a function as a place for performing arts activities. Located in Kota Baru Parahyangan, it is a very strategic place because of its location which is often visited by tourists. Raising the theme of Sundanese Vernacular combined with modern style raises the Neo-Vernacular theme which is the theme of the Performing Art Center design. Maintaining the original Sundanese culture and introducing it to the public with a modern style, in addition to attracting the attention of visitors can also introduce Sundanese culture that must not be lost and replaced. So, the design of this Performing Art Center has a goal as a place for art performance activities that can meet the needs and become a place that can be used by the public.<br>Keyword : Sundanese Culture, Neo-Vernacular, Neo-Parahyangan Performing Art Center</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3715IMPLEMENTASI WARISAN BUDAYA SUNDA PADA GEDUNG KESENIAN DI KOTA BARU PARAHYANGAN2025-01-08T06:47:38+00:00Arya Candra Pamungkasaryachandra792@gmail.comReza Phalevi Sihombingaryachandra792@gmail.com<p><strong>Abstrak</strong><br>Seni merupakan hasil kreativitas dan ekspresi manusia yang melibatkan kepekaan indera dan pikiran. Sebagai bangsa yang beragam, Indonesia memiliki berbagai kebudayaan yang unik. Melestarikan seni dan budaya leluhur sangat penting untuk menjaga identitas bangsa, terutama di tengah arus budaya asing yang dapat mengancam keberlanjutannya. Di Jawa Barat, dengan sejarah kebudayaannya yang kaya, ada potensi besar untuk mengembangkan wisata berbasis budaya. Penyediaan fasilitas kebudayaan, seperti gedung kesenian, dapat mendukung pelestarian budaya, pendidikan, dan pariwisata. Gedung kesenian ini diharapkan menjadi sarana untuk konservasi dan pameran seni budaya khas Jawa Barat. Untuk merepresentasikan budaya lokal Jawa Barat, yaitu budaya Sunda, pada gedung kesenian yang akan dibuat, tema, konsep dan pendekatan ide desain arsitektur yang diterapkan adalah pengembangan tradisi budaya Sunda menjadi lebih modern dengan gaya arsitektur Neo-Vernakular, menekankan estetika seni budaya lokal. Jadi, penerapan tema, konsep serta pendekatan ide desain arsitektur pada gedung kesenian yang dibuat ini akan menjadi representasi dari estetika seni budaya Sunda yang sudah dikembangkan kembali menjadi lebih modern. Dengan demikian, diharapkan dengan perencanaan & perancangan gedung kesenian yang akan dibuat ini, tradisi budaya Sunda bisa dilestarikan kembali dan dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat lokal dan mancanegara.<br>Kata kunci : Implementasi, Estetika, Seni, Budaya, Sunda</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Art is a product of human creativity and expression involving sensory and intellectual sensitivity. As a diverse nation, Indonesia boasts a wide array of unique cultures. Preserving traditional art and culture is essential to maintaining national identity, especially amid the influx of foreign cultures that may threaten its continuity. In West Java, with its rich cultural history, there is significant potential for developing culture-based tourism. Providing cultural facilities, such as an arts center, can support cultural preservation, education, and tourism. This arts center is expected to serve as a venue for the conservation and exhibition of West Java's distinctive cultural arts. To represent the local culture of West Java, specifically the Sundanese culture, the theme, concept, and architectural design approach applied is the development of Sundanese cultural traditions into a more modern form using Neo-Vernacular architecture, emphasizing the aesthetics of local cultural art. Thus, the application of the theme, concept, and architectural design approach in this arts center will represent the aesthetics of Sundanese cultural art that has been modernized. It is hoped that through the planning and design of this arts center, Sundanese cultural traditions can be preserved and recognized by both local and international communities.<br>Keywords : Implementation, Aesthetics, Art, Culture, Sundanese</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3716PENERAPAN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA BANGUNAN GEDUNG KESENIAN DI KOTA BARU PARAHYANGAN2025-01-08T06:55:02+00:00Muhammad Wildan Ramdhanimuhammad.wildan20@mhs.itenas.ac.idUtamimuhammad.wildan20@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Penerapan arsitektektur neo vernakular dengan konsep Sunda pada bangunanan gedung kesenain di Kota Baru Parahyangan bertujuan untuk menciptakan sebuah ruang seni yang menggabungkan elemen tradisional Sunda dan modern. Gedung ini diharapkan dapat menjadi pusat aktivitas budaya dan seni di kawasan tersebut, serta menjadi ikon arsitektur yang merepresentasikan kekayaan budaya Sunda dalam balutan desain neo vernakular. Metode yang digunakan melibatkan studi literatur mengenai arsitektur vernakular Sunda dan prinsip-prinsip arsitektur modern, serta analisis kontekstual terhadap lingkungan sekitar. Konsep neo vernakular diterapkan dengan mengadaptasi bentuk, material, dan ornamentasi tradisional ke dalam desain yang fungsional dan estetis. Hasil perancangan menunjukkan bahwa pendekatan ini mampu menciptakan ruang yang tidak hanya indah secara visual, tetapi memiliki nilai historis dan budaya yang kuat. Bangunan ini dirancang untuk memfasilitasi berbagai jenis pertunjukan teater dengan memperhatikan akustik, pencahayaan, dan kenyamanan penonton. Selain itu, penerapan neo vernakular Sunda pada gedung kesenian juga mempertimbangkan kaidah-kaidah arsitektural yang modern tanpa mengesampingkan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan pada suatu komunitas masyarakat yang telah eksis sejak lama. Dengan demikian, perancangan gedung kesenian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan seni dan budaya di Kota Baru Parahyangan, sekaligus menjadi contoh penerapan arsitektur neo vernakular yang sukses.<br>Kata Kunci: Arsitektur neo-vernakular, Arsitektur Sunda, Auditorium , Bangunan Kesenian</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The application of neo vernacular architectural concept to the art building in Kota Baru Parahyangan aims to create an art space that combines traditional and modern elements. The building is expected to become the center of cultural and artistic activities in the area, as well as an architectural icon that represents the richness of local culture in a neo vernacular design. The method used involved a literature study on Indonesian vernacular architecture and modern architectural principles, as well as a contextual analysis of the surrounding environment. The neo vernacular concept was applied by adapting traditional forms, materials and ornamentation into a functional and aesthetic design. The design results show that this approach is able to create a space that is not only visually beautiful, but has a strong historical and cultural value. The building is designed to facilitate various types of theater performances with attention to acoustics, lighting and audience comfort. In addition, the application of neo vernacular to the arts building also considers modern architectural principles without ignoring the social, economic, cultural, and environmental aspects of a community that has existed for a long time. Thus, the design of this art building is expected to make a positive contribution to the development of arts and culture in Kota Baru Parahyangan, as well as being an example of the application of neo vernacular architecture.<br>Keywords: Auditorium , Art gallery , Neo-vernakular Architecture, Sundanese Architecture</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3717PENERAPAN TEMA MODERN FUTURISTIK PADA PERANCANGAN GEDUNG SOETTA CONVENTION AND EXHIBITION CENTRE DI KOTA BANDUNG2025-01-08T07:09:24+00:00Muhamad Rafi Rabanimuhamad.rafi@mhs.itenas.ac.idErwin Yuniar Rahadianmuhamad.rafi@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan saja namun berdampak juga pada industri seperti industri MICE. Dikutip dari data Indonesia Event Industry Council (Ivendo), industri MICE di indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 6.94 triliun yang di akibatkan oleh COVID-19. Setelah pandemi mereda semua aktivitas bisnis, industri, pariwisata, dan perekonomian secara bertahap mulai kembali normal. Kota Bandung merupakan kota yang masyarakatnya banyak melakukan perdagangan atau bisnis sebagai sumber kehidupannya. Banyak acara pameran, perdagangan dan konvensi yang diadakan di kota ini, baik yang bersifat acak maupun terjadwal. Untuk meningkatkan intensitas kegiatan tersebut, dibutuhkan suatu fasilitas yang dapat mewadahi dengan skala besar dan baik seperti Gedung MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Sehingga dirancanglah bangunan Soetta Convention and Exhibition Centre dengan konsep Modern Futuristik yang memiliki bentuk atap dinamis sebagai unsur futuristik dengan bukaan besar<br>menggunakan curtainwall sebagai unsur modern. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pameran mobil, ruang meeting dan Ballroom yang dapat dipakai untuk konferensi bahkan pernikahan. Konsep desain bagian dalam (interior) bangunan ini memperlihatkan struktur sebagai unsur futuristik pada bagian ruang transisi dan terdapat layout yang dinamis pada ruang eksibisi maupun ruang konvensi. Pemilihan tema tersebut bertujuan untuk menjadikan Soetta Convention And Exhibition Centre sebagai bangunan yang ikonik memperlihatkan desain masa depan yang mampu menjadi daya tarik bagi kawasan serta diharapkan mampu menaikan ekonomi setempat.<br>Kata Kunci: Arsitektur Modern futuristik, Convention, Exhibition, Mice</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The COVID-19 pandemic has not only affected health but also industries such as the MICE industry. Quoted from data from the Indonesia Event Industry Council (Ivendo), the MICE industry in Indonesia suffered a loss of Rp 6.94 trillion due to COVID-19. After the pandemic subsided all business, industrial, tourism and economic activities gradually began to return to normal. Bandung is a city where people do a lot of trade or business as a source of life. Many exhibitions, trade and convention events are held in this city, both random and scheduled. To increase the intensity of these activities, a facility is needed that can accommodate a large and good scale such as a MICE Building (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). So that the Soetta Convention and Exhibition Center building is designed with a Modern Futuristic concept that has a dynamic roof shape as a futuristic element with large openings using curtainwall as a modern element. This building functions as a car exhibition venue, meeting room and ballroom that can be used for conferences and even weddings. The interior design concept of this building shows the structure as a futuristic element in the transition room and there is a dynamic layout in the exhibition room and convention room. The theme selection aims to make the Soetta Convention And Exhibition Center an iconic building showing a future design that is able to become an attraction for the region and is expected to be able to increase the local economy.<br>Keywords: Futur i s t ic Modern Archi tecture , Convent ion, Exhibi t ion , MICE</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3718PENERAPAN ARSITEKTUR BIOFILIK PADA PERENCANAAN GEDUNG PERTUNJUKAN SENI DI KOTA BARU PARAHYANGAN, BANDUNG2025-01-08T07:18:57+00:00Rika Ayu Junitarika.ayu@mhs.itenas.ac.idJuarni Anitarika.ayu@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Indonesia adalah negara yang kaya akan seni dan budaya dengan ciri khas unik di setiap daerahnya, termasuk Bandung yang dikenal sebagai kota seni. Namun, Bandung masih kekurangan fasilitas seni pertunjukan yang memadai. Untuk mengatasi kekurangan ini, Kota Baru Parahyangan di Kabupaten Bandung Barat dipilih sebagai lokasi tempat pertunjukan seni karena lokasinya yang strategis dan aksesibilitas yang baik. Mengingat iklim panas di wilayah ini serta pertumbuhan pesat yang dapat mengancam ekosistem, diperlukan pendekatan desain yang responsif terhadap kondisi lingkungan. Arsitektur biofilik menjadi konsep ideal karena menekankan integrasi harmonis antara elemen alami dan buatan untuk merancang gedung pertunjukan seni yang berkelanjutan. Penggunaan metode kualitatif deskriptif pada penelitian ini mengeksplorasi enam dari empat belas prinsip arsitektur biofilik dalam desain, yaitu koneksi visual dengan alam, koneksi non-visual dengan alam, kehadiran air, cahaya dinamis dan menyebar, prospek, dan koneksi bahan dengan alam. Proses penelitian melibatkan survei lokasi, analisis tapak, serta pengumpulan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menetapkan prinsip-prinsip biofilik sebagai dasar perancangan gedung yang tidak hanya akan meningkatkan kualitas pengalaman pengguna, tetapi juga meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya di Kabupaten Bandung Barat.<br>Kata Kunci: Arsitektur Biofilik, Gedung Pertunjukan Seni, Kota Baru Parahyangan</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Indonesia is a country rich in arts and culture with unique characteristics in each region, including Bandung which is known as the city of arts. However, Bandung still lacks adequate performing arts facilities. To address this shortage, Kota Baru Parahyangan in West Bandung Regency was chosen as the location for a performing arts center due to its strategic location and good accessibility. Given the region's hot climate and rapid growth that could threaten the ecosystem, a design approach that is responsive to environmental conditions is required. Biophilic architecture is an ideal concept as it emphasizes the harmonious integration of natural and man-made elements to design a sustainable performing arts center. The use of descriptive qualitative method in this research explores six of the fourteen principles of biophilic architecture in design, namely visual connection with nature, non-visual connection with nature, presence of water, dynamic and diffused light, prospect, and connection of materials with nature. The research process involved site survey, site analysis, and primary and secondary data collection. The results of this research establish biophilic principles as the basis for designing a building that will not only improve the quality of the user experience, but also minimize negative impacts on the environment, particularly in West Bandung Regency.<br>Keywords: Biophilic Architecture, Performing Arts Building, Kota Baru Parahyangan</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3719PENERAPAN PRINSIP SUSTAINABLE FUTURE PADA PARAHYANGAN PERFORMING & VISUAL ARTS CENTER DI KOTA BARU PARAHYANGAN, KABUPATEN BANDUNG BARAT2025-01-08T07:58:07+00:00Faudziah Dhiyaul Aliyahfaudziah.dhiyaul@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Pertumbuhan penduduk yang signifikan di Jawa Barat meningkatkan kebutuhan akan fasilitas seni pertunjukan, namun saat ini provinsi Jawa Barat masih kekurangan infrastruktur yang memadai di sektor tersebut. Pembangunan Performing & Visual Arts Center ini menjadi penting, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan budaya masyarakat, tetapi juga sebagai investasi yang menguntungkan di tengah pertumbuhan populasi. Selain itu, banyaknya bangunan di Indonesia yang tidak berkelanjutan berdampak negatif terhadap lingkungan, sehingga diperlukan pendekatan desain yang ramah lingkungan. Desain yang diusulkan menerapkan konsep "Sustainable Future" dengan memanfaatkan bukaan besar untuk memaksimalkan pencahayaan alami, penggunaan vegetasi untuk menurunkan suhu, dan pemilihan material seperti beton serta kaca stopsol yang ramah lingkungan. Utilitas bangunan juga didesain untuk efisiensi energi melalui penggunaan panel surya dan pengelolaan air secara berkelanjutan. Selain berfokus pada keberlanjutan, desain ini juga mengatur zoning dan sirkulasi yang efisien untuk memastikan aliran lalu lintas yang aman dan nyaman bagi pengguna. Hasilnya, desain ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat, sekaligus menjadi model pembangunan berkelanjutan di Indonesia.<br>Kata Kunci: Bangunan, Berkelanjutan, Desain, Lingkungan, Seni</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The significant population growth in West Java increases the need for performing arts facilities, yet the province currently lacks adequate infrastructure in this sector. The development of a Performing & Visual Arts Center is crucial, not only to meet the cultural needs of the community but also as a profitable investment amid population growth. Additionally, the prevalence of unsustainable buildings in Indonesia has a negative impact on the environment, necessitating an environmentally friendly design approach. The proposed design adopts the "Sustainable Future" concept by utilizing large openings to maximize natural lighting, incorporating vegetation to lower temperatures, and selecting eco-friendly materials such as concrete and stopsol glass. The building’s utilities are designed for energy efficiency through the use of solar panels and sustainable water management. Beyond focusing on sustainability, the design also includes efficient zoning and circulation to ensure safe and comfortable traffic flow for users. As a result, this design is expected to positively contribute to both the environment and the community, while also serving as a model for sustainable development in Indonesia.<br>Keywords: Building, Sustainable, Design, Environment, Art</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3720PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR BIOMIMIKRI PADA GEDUNG KESENIAN DI KOTA BARU PARAHYANGAN BANDUNG2025-01-08T08:16:48+00:00Raisya Salsabila Fasharaisya.salsabila@mhs.itenas.ac.idArdhiana Muhsinraisya.salsabila@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Perkembangan kesenian pada saat ini sangatlah kreatif dan inofatif. Hal ini dikarenakan banyaknya seniman yang menyesuaikan karyanya dengan era modern saat ini sehingga seni yang ada menjadi terbarukan. Salah satunya pada seni musik yang sangat disukai oleh hampir semua kalangan. Banyaknya pertunjukan musik yang diselenggarakan mengharuskan adanya fasillitas yang dapat<br>menampung kebutuhan pertunjukan tersebut. Pengunjung yang datang dalam sebuah pertunjukan musik tidak hanya dari satu kota saja tetapi dari luar kota maupun mancanegara. Oleh karena itu, fasilitas gedung pertunjukan dapat membantu untuk mewadahi atau tempat para seniman menunjukan karyanya dan pegunjung dapat menikmati seni tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mendesain<br>sebuah bangunan gedung kesenian yang tidak hanya memperhatikan bagian dalam bangunannya saja tetapi, perlu diperhatikan juga lingkungan sekitar bangunan yang dapat dimanfaatkan sebagai nilai tambah pada bangunan yang akan dibangun. Hal ini juga dapat meminimalisir kerusakan alam yang terjadi. Oleh karena itu, penerapan arsitektur biomimikri bisa dikatakan sebagai solusi dari<br>permasalahan tersebut. Arsitektur biomimikri adalah arsitektur yang menjadikan alam sebagai konsep arsitektural. Meniru atau menyalin suatu kehidupan makhluk hidup dan menerapkannya pada bangunan baik dari segi fasad, material, dan bentuk. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan mengkaji lebih dalam suatu kehidupan makhluk hidup yang dipilih.<br>Penerapan konsep arsitektur ini tidak hanya pada bangunan saja tetapi pada bentuk lahan sekitar bangunan. Data lokasi didapatkan dengan melalukukan survey dan pengumpulan data lainnya melalui studi banding dan studi literatur.<br>Kata Kunci: Arsitektur Biomimikri, Gedung Kesenian, Seni</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The development of art at this time is very creative and innovative. This is because many artists are adapting their work to the current modern era so that existing art becomes renewable. One of them is the art of music which is loved by almost all groups. The large number of musical performances that are held requires the existence of facilities that can accommodate the needs of these performances. Visitors who come to a music performance do not only come from one city but from outside the city or abroad. Therefore, performance building facilities can help to provide a place for artists to show their work and visitors can enjoy the art. The aim of this research is to design an arts building that not only pays attention to the inside of the building but also pays attention to the environment around the building which can be used as added value to the building to be built. This can also minimize natural damage that occurs. Therefore, the application of biomimicry architecture can be said to be a solution to this problem. Biomimicry architecture is architecture that uses nature as an architectural concept. Imitating or copying the life of a living creature and applying it to a building in terms of facade, material and shape. The method used in this research is qualitative by examining in more depth the life of the selected living creatures. The application of this architectural concept is not only on buildings but also on the shape of the land around the building. Location data was obtained by conducting surveys and collecting other data through comparative studies and literature studies.<br>Keywords: Biomimicry Architecture, Arts Building, Art</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3721PENERAPAN KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KONTEMPORER PADA FASAD DAN AREA RUANG TERBUKA BANGUNAN MICE DI KOTA BANDUNG2025-01-08T08:22:20+00:00Kinanti Rasyifa Rachmakinanti.rasyifa@mhs.itenas.ac.idReza Phalevi Sihombingkinanti.rasyifa@mhs.itenas.ac.idNoveryna Dwika Reztriekinanti.rasyifa@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Penelitian ini bertujuan untuk meneliti penerapan karakteristik arsitektur kontemporer pada fasad dan area ruang terbuka pada bangunan MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions) di Kota Bandung. Studi ini mengevaluasi penerapan elemen-elemen arsitektur kontemporer seperti penggunaan material modern, desain yang dinamis, dan integrasi ruang terbuka dalam proyek MICE di Bandung. Penelitian ini juga menilai bagaimana penerapan tersebut mempengaruhi fungsionalitas, estetika, dan kenyamanan ruang. Selain itu, studi ini juga bertujuan untuk menggali bagaimana karakteristik arsitektur kontemporer dapat diimplementasikan secara efektif dalam desain bangunan MICE yang memenuhi kebutuhan fungsional dan estetika kontemporer. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis literatur tentang konsep arsitektur kontemporer dan studi kasus terhadap bangunan MICE yang sudah ada dengan karakteristik arsitektur kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan karakteristik arsitektur kontemporer dalam desain MICE Building di Kota Bandung dapat meningkatkan daya tarik visual, fungsi, dan kenyamanan pengguna, serta memberikan kontribusi positif terhadap identitas visual dan keberlanjutan lingkungan Kota Bandung. Penelitian ini memberikan wawasan penting bagi para arsitek dan perancang bangunan dalam mengembangkan desain MICE yang sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan pengguna masa kini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan desain arsitektur kontemporer pada bangunan MICE di Bandung tidak hanya memperbaiki tampilan dan kegunaan bangunan, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian tujuan keberlanjutan serta menciptakan lingkungan yang mendukung interaksi sosial yang konstruktif.<br>Kata Kunci: Arsitektur Kontemporer, Kota Bandung, Mice Building</p> <p><strong>Abstract</strong><br>This study aims to examine the application of contemporary architectural characteristics to the facades and open space areas of MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions) buildings in Bandung City. The study evaluates the application of contemporary architectural elements such as the use of modern materials, dynamic design, and integration of open spaces in MICE projects in Bandung. The study also assesses how these applications affect the functionality, aesthetics and comfort of the space. In addition, this study also aims to explore how contemporary architectural characteristics can be effectively implemented in the design of MICE buildings that meet contemporary functional and aesthetic needs. The research methods used include literature analysis on contemporary architectural concepts and case studies of existing MICE buildings with contemporary architectural characteristics. The results show that the application of contemporary architectural characteristics in the design of MICE buildings in Bandung City can improve visual appeal, function, and user comfort, and make a positive contribution to the visual identity and environmental sustainability of Bandung City. This research provides important insights for architects and building designers in developing MICE designs that meet the demands of the times and the needs of today's users. The study concludes that the application of contemporary architectural design in MICE buildings in Bandung not only enhances the appearance and functionality of the structures but also contributes to achieving sustainability goals and creates an environment that fosters constructive social interactions.<br>Keywords: Bandung City, Contemporery Architecture, Mice Building.</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3722IMPLEMENTASI KONSEP MUSIK SEBAGAI PENGALAMAN HOLISTIK PADA BANGUNAN PERTUNJUKAN SENI BUMI GITA PARAHYANGAN2025-01-08T08:28:04+00:00Muhammad Farhat Najamuhammad.farhat@mhs.itenas.ac.idTecky Hendrartomuhammad.farhat@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Pusat Pertunjukan Seni Bumi Gita Parahyangan dirancang dengan mengaplikasikan konsep musik sebagai pengalaman holistik, yang memungkinkan pengembangan kesadaran estetis, emosional, intelektual, dan spiritual. Berlokasi di Kota Baru Parahyangan, yang mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dan pendidikan, pusat ini diharapkan menjadi pusat kreativitas dan edukasi, mendukung pengembangan budaya lokal dan pertumbuhan ekonomi. Desain ini memungkinkan pengembangan kebudayaan dan pendidikan musik, serta peningkatan kesadaran budaya dan keterampilan musik di wilayah sekitar. Pusat ini juga menawarkan ruang latihan untuk pelatihan musik, studio rekaman, dan auditorium untuk pertunjukan. Desain ini menyoroti pengalaman ruang pengunjung melalui akustik optimal di auditorium utama, ruang auditorium kecil untuk pertunjukan solo, dan studio rekaman. Hasil dari proyek ini menunjukkan bahwa penerapan konsep holistik secara efektif dapat meningkatkan fungsi dan nilai edukasi fasilitas seni, serta meningkatkan kesadaran budaya dan keterampilan musik. Dengan demikian, desain ini dapat membantu meningkatkan kesadaran budaya dan keterampilan musik di wilayah sekitar, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengembangan budaya dan pendidikan musik. Pusat Pertunjukan Seni Bumi Gita Parahyangan juga menawarkan berbagai program edukasi dan pelatihan musik untuk meningkatkan kesadaran budaya dan keterampilan musik masyarakat.<br>Kata Kunci: Pengalaman Musik, Arsitektur Holistik, Pusat Pertunjukan Seni, Akustik.</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The Bumi Gita Parahyangan Performing Arts Center is designed to apply the concept of music as a holistic experience, allowing for the development of aesthetic, emotional, intellectual, and spiritual awareness. Located in New Parahyangan City, which integrates principles of sustainability and education, this center aims to become a hub for creativity and education, supporting local cultural<br>development and economic growth. The design enables the development of cultural and music education, as well as an increase in cultural awareness and music skills in the surrounding area. The design highlights the audience experience through optimal acoustics in the main auditorium, small auditorium for solo performances, and recording studios. The results of this project show that the effective application of holistic concepts can increase the functionality and educational value of art facilities, as well as increase cultural awareness and music skills. Therefore, this design can help increase cultural awareness and music skills in the surrounding area, as well as raise public awareness of the importance of cultural development and music education. The Bumi Gita Parahyangan Performing Arts Center also offers various educational programs and music training to enhance cultural awareness and music skills in the community.<br>Keywords: Music Experience, Holistic Architecture, Performing Arts Center, Acoustics.</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3723PERANCANGAN GEDUNG PUSAT KESENIAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR MODERN DI KOTA BARU PARAHYANGAN2025-01-08T08:36:43+00:00Elian Setyawan Edisonelian.setyawan@mhs.itenas.ac.idNur Laela Latifahelian.setyawan@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Pada era modern saat ini terdapat banyak pelaku seni dan penikmat seni yang angkanya semakin bertambah, hal ini memunculkan kebutuhan fasilitas penunjang untuk mewadahi kegiatan tersebut. Di Jawa Barat khususnya di Bandung, banyak terdapat seniman lokal yang sangat beragam ciri khas karakternya masing-masing. Dengan adanya pelaku seni maka hadir juga pihak kedua yaitu penikmat seni yang berperan sebagai apresiator karya-karya yang disajikan oleh para seniman. Dua faktor tersebut sangat cukup menjadi dasar untuk dibangunnya fasilitas umum yang dapat berperan mewujudkan aspirasi tersebut. Fasilitas ini memiliki dua aspek peran yaitu pada aspek hiburan dan industri kreatif serta aspek pendidikan, maka perlu dibuat gedung pusat kesenian di Bandung khususnya di Kota Baru Parahyangan sesuai dengan visinya untuk menjadi kota yang berwawasan pendidikan dan berkelanjutan. Kota Baru parahyangan hingga saat ini masih belum memiliki fasilitas gedung kesenian yang benar-benar representatif untuk mewujudkan visi dan misinya, maka layak dibangun fasilitas tersebut menggunakan konsep desain arsitektur modern. Desain yang dihasilkan diharapkan dapat menunjang kebutuhan dalam kurun waktu beberapa dekade pada masa depan, dengan menerapkan efisiensi ruang dalam dan ruang luar serta kesederhanaan yang mutlak dalam proses perancangannya. Gedung pusat kesenian ini kemudian diharapkan juga menjadi ikon Jawa Barat dan kebanggaan masyarakat Bandung akan kayanya kreatifitas dan pendidikan yang dimilikinya.<br>Kata Kunci: Arsitektur Modern, Gaya Internasional, Gedung Kesenian, Pertunjukan Seni</p> <p><strong>Abstract</strong><br>In today's modern era, there are many artists and art lovers whose numbers are increasing, this gives rise to the need for supporting facilities to accommodate these activities. In West Java, especially in Bandung, there are many local artists who have very diverse character traits. With the presence of artists, a second party is also present, namely art lovers who act as appreciators of the works presented by the artists. These two factors are sufficient to be the basis for building public facilities that can play a role in realizing these aspirations. This facility has two aspects of role, namely in the entertainment and creative industry aspects and the education aspect, so it is necessary to create an arts center building in Bandung, especially in Kota Baru Parahyangan in accordance with its vision to become a city with an educational and sustainable perspective. Kota Baru Parahyangan until now still does not have a truly representative arts building facility to realize its vision and mission, so it is appropriate to build such a facility using a modern architectural design concept. The resulting design is expected to support needs over several decades into the future, by implementing efficiency of interior and exterior space as well as absolute simplicity in the design process. It is hoped that this arts building will also become an icon of West Java and a source of pride for the people of Bandung for the richness of creativity and education it has.<br>Keywords: Art Building, International Style, Modern Architecture, Performing Art</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3724PENERAPAN ARSITEKTUR BIOMIMETIK PADA SUDIRMAN CONVENTION EXHIBITION DI JALAN JENDERAL SUDIRMAN, BANDUNG2025-01-08T08:52:45+00:00Iqbal Raihan Kuswantoiqbal.raihan@mhs.itenas.ac.idJuarni Anitaiqbal.raihan@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Industri MICE (Meetings, Incentive, Convention, and Exhibition) telah menjadi sektor penting dan berkembang pesat di dunia. Namun, Bandung saat ini belum memiliki fasilitas MICE yang representatif. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas konvensi dan pameran yang memenuhi standar dan ikonik di Kota Bandung. Lokasi di Jalan Jenderal Sudirman dipilih karena strategis, mudah diakses dari berbagai jalan utama di Kota Bandung, dan dekat dengan akses jalan tol. Penelitian ini bertujuan mengintegrasikan prinsip-prinsip arsitektur biomimetik dalam desain bangunan, sehingga dapat menciptakan ruang yang harmonis dengan alam, efisien dalam penggunaan energi, dan mendukung keberlanjutan lingkungan. Pendekatan Arsitektur Biomimetik menggabungkan bentuk yang<br>menyerupai alam dan sistem bangunan yang terinspirasi dari alam. Metode kualitatif digunakan untuk mendefinisikan kebutuhan ruang dan menerapkan konsep arsitektur biomimetik. Hasil perancangan ini adalah bangunan MICE dengan penghijauan pada lanskap, sistem energi terbarukan, serta desain fasad yang ramah lingkungan. Dengan demikian, bangunan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan industri MICE, tetapi juga menjadi contoh bagi pembangunan berkelanjutan di masa depan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar dan meningkatkan daya saing Kota Bandung di kancah nasional maupun internasional.<br>Kata Kunci: Arsitektur Biomimetik, Konvensi Pameran, dan Jalan Jenderal Sudirman</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The MICE (Meetings, Incentive, Convention, and Exhibition) industry has become a crucial and rapidly growing sector globally. However, Bandung currently lacks a representative MICE facility. Therefore, there is a need for a convention and exhibition facility that meets standards and is iconic in Bandung. The location on Jalan Jenderal Sudirman was chosen for its strategic position, easy access<br>from various main roads in Bandung, and proximity to the toll road. This research aims to integrate the principles of biomimetic architecture in the building design, creating spaces that harmonize with nature, are energy-efficient, and support environmental sustainability. The Biomimetic Architecture approach combines nature-inspired forms and building systems. A qualitative method is used to define space requirements and apply biomimetic architectural concepts. The design results in a MICE building with green landscaping, renewable energy systems, and environmentally friendly façade design. Thus, this building not only meets the needs of the MICE industry but also sets an example for sustainable development in the future. This research is expected to positively impact the surrounding environment and enhance Bandung's competitiveness both nationally and internationally<br>Keywords: Biomimetic Architecture, Convention and Exhibition, and Jenderal Sudirman Street</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3726PENERAPAN ARSITEKTUR COMBINED METAPHOR PADA PERANCANGAN GEDUNG MICE DI JL. SOEKARNO-HATTA, KOTA BANDUNG2025-01-09T01:09:33+00:00Oksalis Fathyaoksalis.fathya@mhs.itenas.ac.idNur Laela Latifahoksalis.fathya@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), meningkatnya modernisasi di Indonesia yang didukung dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota-kota besar, salah satunya Kota Bandung, memicu meningkatnya kebutuhan fasilitas publik seperti pembangunan gedung modern, pusat perbelanjaan, pariwisata, hingga industri MICE untuk mengoptimalisasi pertumbuhan ekonomi. Bangunan MICE merupakan wadah untuk memfasilitasi kegiatan yang terdiri dari Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition. Industri MICE merupakan salah satu pilar industri pariwisata yang mengintegrasikan kegiatan perjalanan untuk kepentingan bisnis dan wisata. Minimnya fasilitas MICE di Kota Bandung diiringi dengan meningkatnya minat<br>mengadakan acara besar seperti konferensi, konvensi, pameran, dan pertemuan bisnis menjadi alasan diperlukannya pembangunan MICE. Seiring perkembangan zaman dengan industri MICE yang maju di era modern, hal ini menjadi salah satu pemicu munculnya globalisasi dan sikap westernisasi yang berdampak pada kepunahan tradisi dan budaya dari suku-suku di Indonesia, salah satunya suku Sunda di Kota Bandung. Semua fenomena tersebut membangun respon perlunya menjaga lokalitas suku Sunda dengan tetap mengikuti era modern melalui perancangan bangunan MICE di Kota Bandung. Maka, dilakukan metode penelitian deskriptif kualitatif dalam pengangkatan tema “Give Rise to an Expressive and Up-To-Date Design”, melalui pendekatan arsitektur combined metaphor untuk mengkomunikasikan tradisi dan budaya Sunda pada perancangan bangunan MICE. <br>Kata kunci: Bangunan MICE, Combined Metaphor, Modernisasi, Tradisi dan Budaya Sunda</p> <p><br><strong>Abstract</strong><br>Based on a survey by the Indonesian Internet Service Providers Association (APJII), the increasing modernization in Indonesia, supported by population growth and the development of major cities, including Bandung, has led to a rising demand for public facilities such as the construction of modern buildings, shopping centers, tourism, and the MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions) industry to optimize economic growth. MICE buildings serve as venues to facilitate activities that consist of Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions. The MICE industry is one of the pillars of the tourism industry, integrating travel activities for business and leisure purposes. The lack of MICE facilities in Bandung, coupled with the growing interest in hosting large events such as conferences, conventions, exhibitions, and business meetings, highlights the need for the development of MICE infrastructure. As the times progress with the advancement of the MICE industry in the modern era, this has become one of the triggers for the emergence of globalization and westernization, which has led to the erosion of traditions and cultures of various ethnic groups in Indonesia, including the Sundanese in Bandung. All of these phenomena have led to a response that emphasizes the need to preserve the local identity of the Sundanese while embracing modernity through the design of MICE buildings in Bandung. Therefore, a qualitative descriptive research method was employed under the theme "Give Rise to an Expressive and Up-To-Date Design," using a combined metaphor architectural approach to communicate Sundanese traditions and culture in the design of MICE buildings.<br>Keywords: Combined Metaphor, Modernization, MICE Building, Sundanese Traditions and Culture</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3727PERANCANGAN GEDUNG KESENIAN MELALUI PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOFILIK DENGAN MENGINTEGRASIKAN ANTARA MANUSIA DAN ALAM DI KOTA BARU PARAHIANGAN2025-01-09T01:20:41+00:00Alan Purnamaalan.purnama@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Pendekatan arsitektur biofilik telah diakui secara luas sebagai metode yang memadukan prinsip-prinsip alam dengan desain bangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk merancang gedung kesenian di Kota Baru Parahiangang dengan menerapkan konsep arsitektur biofilik. Melalui integrasi elemen alam seperti pencahayaan alami, ventilasi udara alami, penggunaan material ramah lingkungan, dan pengaturan ruang yang mempromosikan interaksi manusia dengan alam, studi ini mencoba menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas dan kesejahteraan pengguna gedung. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis literatur, studi kasus, dan perancangan konseptual. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan praktis bagi para arsitek dan perencana kota dalam merancang bangunan dengan memanfaatkan kekayaan alam sebagai bagian integral dari desain mereka.<br>Kata Kunci: Arsitektur, Biofilik, Perancangan, Kota Baru Parahyangan, Alam.</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The biophilic architecture approach has been widely recognized as a method that integrates natural principles with building design to enhance human well-being. This research aims to design an arts center in Kota Baru Parahiangang by applying the concept of biophilic architecture. By integrating natural elements such as natural lighting, natural ventilation, the use of eco-friendly materials, and spatial arrangements that promote human interaction with nature, this study seeks to create an environment that supports creativity and the well-being of the building’s users. The research methods employed include literature analysis, case studies, and conceptual design. The results of this research are expected to provide practical guidelines for architects and urban planners in designing buildings that utilize the richness of nature as an integral part of their designs.<br>Keywords: Architecture, Biophilic, Planning, Kota Baru Parahyangan, Nature.</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3728PENERAPAN TEMA ARSITEKTUR METAFORA GENDANG PADA PERANCANGAN GEDUNG PERFORMING ART CENTER DI KOTA BARU PARAHYANGAN BANDUNG2025-01-09T01:23:46+00:00Dafa Raudhadafa.raudha@mhs.itenas.ac.idUtamidafa.raudha@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Gedung Performing Art Center merupakan bangunan yang mewadahi kegiatan berbagai pertunjukan seni untuk ditontonkan oleh banyak orang. Diadakannya perancangan Gedung Performing Art Center di Kota Bandung dipengaruhi oleh faktor sejarah, budaya, kebutuhan lokal, dan visi pengembangan kota karena Bandung memiliki warisan seni dan budaya yang kaya dengan kesenian. Karena masih minimya tempat untuk mewadahi kegiatan pertunjukan seni musik, teater dan pameran seni yang representatif di kawasan Kota Baru Parahyangan Bandung, maka perlu diadakannya perancangan Gedung Performing Art Center ini untuk mengoptimalisasi pertumbuhan ekonomi di Bandung. Diiringi dengan era westernisasi dan globalisasi saat ini, budaya-budaya lokal seringkali terpinggirkan oleh pengaruh budaya luar sehingga minat masyarakat menurun untuk mengenal seni Sunda yang berdampak terancam punah.Untuk itu, diperlukan pendekatan tema Arsitektur Tangible Metaphor dari filosofi dan bentuk Gendang Sunda. Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif karena Gendang Sunda memiliki peran penting dalam penyelenggraan pertunjukan musik Sunda sehingga menyelaraskan budaya lokal dengan fungsi bangunan yang merujuk pada bidang kesenian. Gendang Sunda dimetaforakan agar ikut melestarikan lokalitas sunda dengan menyampaikan pentingnya menghormati warisan budaya dan kearifan lokal daerah di perkembangan zaman yang semakin modern melalui wujud bangunan Performing Art Center. Aplikasi desain diterapkan dengan menonjolkan pada bagian bentang lebar yang didalamnya terdapat auditoium pertunjukan seni dan auditorium pertemuan.<br>Kata kunci: Arsitektur , Auditorium, Metafora, Musik, Pertunjukan, Seni, Teater.</p> <p><strong>Abstract</strong><br>The Performing Art Center Building is a building that accommodates various art performances to be watched by many people. The design of the Performing Art Center Building in Bandung is influenced by historical, cultural, local needs, and urban development vision factors because Bandung has a rich artistic and cultural heritage. Because there is still a lack of places to accommodate music, theater and representative art exhibitions in the Kota Baru Parahyangan Bandung area, it is necessary to design this Performing Art Center Building to optimize economic growth in Bandung. Accompanied by the current era of westernization and globalization, local cultures are often marginalized by outside cultural influences so that public interest decreases in knowing Sundanese art which has an endangered impact. For this reason, a Tangible Metaphor Architecture theme approach is needed from the philosophy and shape of the Sundanese Drum. Researchers used a descriptive qualitative method because the Sunda Drum has an important role in organizing Sundanese music performances so that it harmonizes local culture with building functions that refer to the arts. Sundanese drums are metaphorized to preserve Sundanese locality by conveying the importance of respecting cultural heritage and regional local wisdom in an increasingly modern era through the form of a Performing Art Center building. The design application is applied by emphasizing the wide span section in which there is a performing arts auditorium and a meeting auditorium.<br>Keywords: Architecture, Auditorium, Metaphor, Music, Performance, Art, Theater.</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/fad/article/view/3729PENERAPAN FALSAFAH SUNDA PADA PERANCANGAN PERFORMING ARTS CENTER MELALUI PENDEKATAN INTANGIBLE METAPHOR ARCHITECTURE DI KOTA BARU PARAHYANGAN2025-01-09T01:27:36+00:00Habib Fathurraziqinhabib.fathurraziqin@mhs.itenas.ac.idJuarni Anitahabib.fathurraziqin@mhs.itenas.ac.id<p><strong>Abstrak</strong><br>Bandung sebagai salah satu kota yang dijuluki sebagai kota kreatif menghasilkan beragam seni dan budaya pertunjukan, termasuk di dalamnya adalah seni tradisonal sunda seperti tari, musik, dan seni pertunjukan lainnya. Kurangnya fasilitas yang memadai di Bandung menjadi hambatan bagi pelaku di industri seni untuk mengembangkan dan menampilkan karya mereka. Pengembangan gedung pertunjukan dapat menjadi salah satu solusi dari permasalahan ini yang berlokasi di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Pendekatan desain melalui arsitektur metafora abstrak, yaitu desain yang mengedepankan bentuk - bentuk berdasarkan abstraksi falsafah sunda, yaitu silih asah, asih, asuh. Falsafah ini dapat memberikan ikon baru bagi kawasan Kota Baru Parahyangan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi penerapan falsafah sunda sebagai metafora abstrak pada sebuah gedung pertunjukan. Hasilnya berupa tiga buah zona bangunan yang merepresentasikan falsafah tersebut yaitu silih asah diterjemahkan ke dalam zona oertunjukan, silih asih diterjemahkan sebagai zona publik dan silih asuh diterjemahkan sebagai mengelola dan membina berupa ruang pengelola dan ruang latihan. Ragam hias dan warna juga mendukung konsep falsasah tersebut sehingga gedung ini dapat menjadi ikon bagi Kota Baru Parahyangan.<br>Kata Kunci: Arsitektur Metafora Abstrak, Gedung Pertunjukan, Kota Baru Parahyangan, Silih Asah Asih Asuh</p> <p><strong>Abstract</strong><br>Bandung as one of the cities dubbed as a creative city produces a variety of performing arts and culture, including Sundanese traditional arts such as dance, music, and other performing arts. The lack of adequate facilities in Bandung is an obstacle for actors in the art industry to develop and display their work. The development of a performance hall can be one of the solutions to this problem located in Kota Baru Parahyangan, Padalarang, West Bandung Regency. The design approach is through abstract metaphor architecture, a design that emphasizes forms based on the abstraction of Sundanese philosophy, namely silih asah, asih, asuh. This philosophy can provide a new icon for the Kota Baru Parahyangan area. The purpose of this research is to identify the application of Sundanese philosophy as an intangible metaphor in a performance hall. The results are three building zones that represent the philosophy, namely silih asah translated into the performance zone, silih asih translated as a public zone and silih asuh translated as managing and fostering in the form of a manager's room and training room. The ornamental and color variety also supports the concept of the philosophy so that this building can become an icon for Kota Baru Parahyangan.<br>Keywords: intangible metaphor architecture, Kota Baru Parahyangan, performing arts building, silih asah asih asuh</p>2024-09-05T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025