PENERAPAN ARSITEKTUR BIOFILIK PADA PERENCANAAN GEDUNG PERTUNJUKAN SENI DI KOTA BARU PARAHYANGAN, BANDUNG

Authors

  • Rika Ayu Junita
  • Juarni Anita

Keywords:

Arsitektur Biofilik, Gedung Pertunjukan Seni, Kota Baru Parahyangan

Abstract

Abstrak
Indonesia adalah negara yang kaya akan seni dan budaya dengan ciri khas unik di setiap daerahnya, termasuk Bandung yang dikenal sebagai kota seni. Namun, Bandung masih kekurangan fasilitas seni pertunjukan yang memadai. Untuk mengatasi kekurangan ini, Kota Baru Parahyangan di Kabupaten Bandung Barat dipilih sebagai lokasi tempat pertunjukan seni karena lokasinya yang strategis dan aksesibilitas yang baik. Mengingat iklim panas di wilayah ini serta pertumbuhan pesat yang dapat mengancam ekosistem, diperlukan pendekatan desain yang responsif terhadap kondisi lingkungan. Arsitektur biofilik menjadi konsep ideal karena menekankan integrasi harmonis antara elemen alami dan buatan untuk merancang gedung pertunjukan seni yang berkelanjutan. Penggunaan metode kualitatif deskriptif pada penelitian ini mengeksplorasi enam dari empat belas prinsip arsitektur biofilik dalam desain, yaitu koneksi visual dengan alam, koneksi non-visual dengan alam, kehadiran air, cahaya dinamis dan menyebar, prospek, dan koneksi bahan dengan alam. Proses penelitian melibatkan survei lokasi, analisis tapak, serta pengumpulan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menetapkan prinsip-prinsip biofilik sebagai dasar perancangan gedung yang tidak hanya akan meningkatkan kualitas pengalaman pengguna, tetapi juga meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya di Kabupaten Bandung Barat.
Kata Kunci: Arsitektur Biofilik, Gedung Pertunjukan Seni, Kota Baru Parahyangan

Abstract
Indonesia is a country rich in arts and culture with unique characteristics in each region, including Bandung which is known as the city of arts. However, Bandung still lacks adequate performing arts facilities. To address this shortage, Kota Baru Parahyangan in West Bandung Regency was chosen as the location for a performing arts center due to its strategic location and good accessibility. Given the region's hot climate and rapid growth that could threaten the ecosystem, a design approach that is responsive to environmental conditions is required. Biophilic architecture is an ideal concept as it emphasizes the harmonious integration of natural and man-made elements to design a sustainable performing arts center. The use of descriptive qualitative method in this research explores six of the fourteen principles of biophilic architecture in design, namely visual connection with nature, non-visual connection with nature, presence of water, dynamic and diffused light, prospect, and connection of materials with nature. The research process involved site survey, site analysis, and primary and secondary data collection. The results of this research establish biophilic principles as the basis for designing a building that will not only improve the quality of the user experience, but also minimize negative impacts on the environment, particularly in West Bandung Regency.
Keywords: Biophilic Architecture, Performing Arts Building, Kota Baru Parahyangan

References

Rep Teguh, “Beranda Berita sosial 5 TAHUN JABAR JUARA, 156 Karya Budaya Jabar Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Takbenda,” PORTALJABAR, 2023. https://jabarprov.go.id/berita/5-tahun-jabar-juara-156-karya-budaya-jabar-ditetapkan-jadi-warisan-budaya-takbenda-10283

N. A. Amalia dan D. Agustin, “Peranan Pusat Seni dan Budaya sebagai Bentuk Upaya Pelestarian Budaya Lokal,” Sinektika J. Arsit., vol. 19, no. 1, hal. 34–40, 2022, doi: 10.23917/sinektika.v19i1.13707.

D. Indira, S. Usman Ismanto, dan M. Budiarti Santoso, “Pencitraan Bandung Sebagai Daerah Tujuan Wisata: Model Menemukenali Ikon Bandung Masa Kini,” Sosiohumaniora, vol. 15, no. 1, hal. 45, 2013, doi: 10.24198/sosiohumaniora.v15i1.5238.

N. Bungawali dan A. F. Satwikasari, “Kajian Konsep Arsitektur Biofilik Pada Bangunan Science Center (Studi Kasus : Ecorium National Institute of Ecology, South Korea),” PURWARUPA J. Arsit., vol. 8, no. 1, hal. 83, 2024, doi: 10.24853/purwarupa.8.1.83-90.

M. S. F. Fathin, A. Sumadyo, dan D. S. Pradnya Paramita, “Penerapan Pendekatan Arsitektur Biofilik Pada Bangunan Plaza Multifungsi di Cileungsi, Bogor,” J. senTHong, vol. 6 No 1, no. 1, hal. 286–293, 2023

C. O. Ryan, W. D. Browning, J. O. Clancy, S. L. Andrews, dan N. B. Kallianpurkar, “BIOPHILIC DESIGN PATTERNS Emerging Nature-Based Parameters for Health and Well-Being in the Built Environment,” vol. 8, no. 2, hal. 62–76, 2014.

A. S. Nisa, J. Anita, dan S. P. Asri, “Penerapan Tema Arsitektur Biofilik pada Bangunan Pawon Heritage Museum di Gua Pawon Bandung,” vol. 2, no. 2, 2022.

A. Apriani, U. Mustaqimah, dan A. Marlina, “Penerapan Arsitektur Biofilik pada Pusat Pertanian Perkotaan di Surakarta,” Senthong, vol. 6, no. 2, hal. 543–552, 2023, [Daring]. Tersedia pada: https://jurnal.ft.uns.ac.id/index.php/senthong/index

A. Ratnasari dan A. S. P. Putra, “Rekomendasi Desain Bangunan Sehat Untuk Fungsi Hunian Dengan Pendekatan Arsitektur Biofilik,” NALARs, vol. 23, no. 1, hal. 39, 2023, doi: 10.24853/nalars.23.1.39-48.

F. Setiaji, J. Anita, R. Phalevi, P. Studi Arsitektur, dan F. Arsitektur dan Desain, “Penerapan Arsitektur Biofilik Pada Perancangan Cileunca Tourism Flower Park,” vol. 3, no. 2, hal. 1–12, 2023, [Daring]. Tersedia pada: www.google.com,

Downloads

Published

2024-09-05

Issue

Section

2024 Arsitektur