PERANCANGAN YOUTH CENTER DENGAN LANDSCAPE URBAN FARMING DI BOJONGSOANG KABUPATEN BANDUNG
Keywords:
Arsitektur, Landscape, Urban Farming, Youth CenterAbstract
Abstrak
Perancangan Youth Center dengan konsep landscape urban farming di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, bertujuan menyediakan ruang interaktif yang mendukung interaksi sosial dan kreativitas generasi muda. Fasilitas ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan generasi Milenial dan Gen Z yang sering terabaikan akibat urbanisasi yang pesat. Selain itu, fenomena berkurangnya minat generasi muda terhadap pertanian menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan sektor pangan di Indonesia. Hal tersebut mendorong pentingnya penerapan konsep urban farming dalam arsitektur sebagai solusi untuk menumbuhkan minat generasi muda terhadap pertanian dengan membawanya lebih dekat ke lingkungan perkotaan. Urban farming dalam arsitektur bukan hanya sebagai solusi lingkungan, tetapi juga sebagai wadah edukatif yang menginspirasi pola hidup sehat, berkelanjutan, dan produktif bagi masyarakat urban, khususnya generasi muda. Metode penyusunan konsep yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yang mengacu pada landasan teori arsitektural dan non-arsitektural. Prosesnya meliputi pengumpulan data hingga pengolahan data secara faktual untuk menyusun konsep perancangan Youth Center dengan Landscape Urban Farming di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Fasilitas ini diharapkan dapat menjadi ruang interaktif yang mendukung interaksi sosial, kreativitas, dan edukasi generasi muda dalam berbagai bidang.
Kata kunci: Arsitektur, Landscape, Urban Farming, Youth Center
Abstract
The design of the Youth Center with the concept of landscape urban farming in Bojongsoang, Bandung Regency, aims to create an interactive space that fosters social interaction, creativity, and education for the younger generation. This facility addresses the needs of Millennials and Gen Z, who often lack access to adequate public spaces due to rapid urbanization. Additionally, the declining interest in agriculture among young people poses a serious challenge to the sustainability of Indonesia's food sector. Integrating urban farming into architecture offers a solution by bringing agricultural activities closer to urban environments, promoting interest in farming, and reshaping perceptions of agriculture. Urban farming in architecture not only addresses environmental issues but also serves as an educational platform that promotes a healthy, sustainable, and productive lifestyle. The qualitative descriptive method is used to develop this concept, drawing on architectural and non-architectural theories. The process involves data collection, analysis, and factual data processing to shape the design concept of the Youth Center. By combining urban farming with architectural design, this facility is expected to become a space that encourages social interaction, nurtures creativity, and provides educational opportunities for the younger generation, supporting their growth and engagement in various fields.
Keywords: Architecture, Landscape, Urban Farming, Youth Center
References
B. Pitoewas, nurhayati Nurhayati, D. S. Putri, and H. Yanzi, “ANALISIS KEPEKAAN SOSIAL GENERASI (Z) DI ERA DIGITAL DALAM MENYIKAPI
MASALAH SOSIAL,” Bhineka Tunggal Ika: Kajian Teori dan Praktik PKn, vol. 7, no. `, pp. 17–23, 2020.
S. F. Zis, N. Effendi, and E. R. Roem, “Perubahan Perilaku Komunikasi Generasi Milenial dan Generasi Z di Era Digital,” Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial, vol. 5, no. 1, pp. 69–87, 2021.
C. Yuwono and J. Dewi, “Arsitektur interaktif sebagai katalis interaksi sosial pada ruang mati kota.,” In SMART: Seminar on Architecture Research and Technology , vol. 4, no. 1, pp. 239–255, 2019.
F. Rozci and D. A. Oktaviani, “Analisis Penyebab Menurunnya Minat dan Partisipasi Generasi Muda dalam Sektor Pertanian,” Jurnal Ilmiah Manajemen Agribisnis, vol. 11, no. 1, pp. 48–56, 2023.
E. Widiyant, Suminah, and D. Padmaningrum, “Peningkatan Minat Generasi Milenial Desa Gentungan di Sektor Pertanian melalui Sosialisasi dan Pelatihan Smart Farming,” PRIMA: Journal of Community Empowering and Services, vol. 7, no. 1, pp. 8–15, 2023.
Badan Pusat Statistik, “Kecamatan Bojongsoang Dalam Angka 2023,” 2023.
Murphy, M. (2016). Landscape architecture theory. Washington, DC, USA: Island Press.
Meyer, E. K. (2015). Beyond “sustaining beauty”: Musings on a manifesto. Values in landscape architecture and environmental design: Finding center in theory and practice, 30-53
Spirn, A. W. (2017). The language of landscape. Landscape Architecture Frontiers, 4(6), 20-27.
Lee, Y. C., Ahern, J., & Yeh, C. T. (2015). Ecosystem services in peri-urban landscapes: The effects of agricultural landscape change on ecosystem services in Taiwan's western coastal plain. Landscape and Urban Planning, 139, 137-148.
Opdam, P., Luque, S., Nassauer, J., Verburg, P. H., & Wu, J. (2018). How can landscape ecology contribute to sustainability science?. Landscape Ecology, 33, 1-7.
Putri, D. I., Meisanti, M., & Sukrianto, S. (2023). Pengaruh Pelatihan Pertanian Organik The Learning Farm Indonesia terhadap Kompetensi Bertani Generasi Z. Jurnal Agribisnis Indonesia (Journal of Indonesian Agribusiness), 11(2), 236-246.
Ash’ari, F.M., Ni’mah, G.K., Hasiani, Y., Ilhamiyah. (2024). Pemberdayaan Generasi Muda Kota Banjarmasin pada Kegiatan Urban Farming dengan Metode Hidroponik Sistem Wick. Abdimas Mahakam Journal, 8(2).
Hasim, I. S. (2020). Unsur hijau pada ruang publik dan sisa halaman rumah kampung Cibunut RW 07 RT 05 kota Bandung. Jurnal Arsitektur TERRACOTTA, 1(3).
Septianto, E., & Hasim, I. S. (2022). Rancang bangun rumah wisata berbasis bonggol jagung di Desa Pamekaran, Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat. Transformasi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 18(1), 111-120.