PENERAPAN NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL SUNDA MELALUI KONSEP TAPAK, RUANG, DAN MASSA PADA YOUTH CULTURAL CENTER DI KOTA BANDUNG
Keywords:
Arsitektur Tradisional Sunda, Budaya Lokal, Kota Bandung, Ruang Publik, Youth Cultural CenterAbstract
Abstrak
Arsitektur tradisional Sunda menyimpan nilai-nilai yang relevan untuk diadaptasi secara kontekstual dalam perancangan bangunan publik. Di tengah arus globalisasi, generasi muda semakin akrab dengan budaya populer global sehingga diperlukan ruang interaktif yang mampu mendorong pembelajaran sekaligus aktualisasi budaya lokal. Penelitian ini berfokus pada perancangan Youth Cultural Center di Kota Bandung dengan mengadaptasi nilai arsitektur tradisional Sunda melalui konsep tapak, ruang, dan massa. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi pustaka, survei lapangan, serta analisis spasial tapak dan kebutuhan pengguna. Hasil perancangan menunjukkan konsep tapak mengacu pada pembagian tepas, tengah imah, dan buruan tukang yang diterjemahkan menjadi zona publik, semi publik, dan privat. Konsep ruang didasarkan pada filosofi asah, asih, asuh sebagai landasan edukasi, interaksi sosial, dan pembinaan budaya. Sementara itu, konsep massa diwujudkan melalui penerapan rumah panggung dengan atap julang ngapak sebagai simbol keterbukaan. Integrasi ketiga konsep ini menghasilkan Youth Cultural Center yang inklusif dan adaptif sebagai ruang lestari budaya Sunda bagi generasi muda di Kota Bandung.
Kata Kunci: Arsitektur Tradisional Sunda, Budaya Lokal, Kota Bandung, Ruang Publik, Youth Cultural Center
Abstract
Sundanese traditional architecture carries values that remain relevant and can be adapted contextually in public building design. In the midst of globalization, younger generations are increasingly exposed to global popular culture, which creates the need for interactive spaces that support both cultural learning and the actualization of local identity. This study focuses on the design of a Youth Cultural Center in Bandung by adapting Sundanese architectural principles through the concepts of site, space, and massing. The research applied a qualitative approach involving literature reviews, field surveys, and spatial analysis of the site and user needs. The site concept is derived from the traditional spatial order of tepas, tengah imah, and buruan tukang, which are reinterpreted into public, semi-public, and private zones. Spatial organization is guided by the asah, asih, asuh philosophy as a foundation for education, social interaction, and cultural development. Meanwhile, the massing adopts the stilt-house typology combined with a julang ngapak roof, symbolizing openness and harmony with the environment. The integration of these concepts results in a Youth Cultural Center that is inclusive and adaptive, serving as a sustainable cultural space for Sundanese heritage among the young generation in Bandung.
Keywords: Sundanese Traditional Architecture, Local Culture, Bandung City, Public Space, Youth Cultural Center
References
N. Fadilah, “Mengapa Generasi Muda Semakin Meninggalkan Budaya Sunda?,” Radar Papua, 2025. [Daring]. Tersedia pada: https://radarpapua.jawapos.com/lifestyle-teknologi/324483204/mengapa-generasi-muda-semakin-meninggalkan-budaya-sunda. [Diakses: 15-Apr-2025].
D. P. dan Kebudayaan, “Jumlah Potensi Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) Berdasarkan Jenis dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat,” Open Data Jabar, 2023. [Daring]. Tersedia pada: https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/jumlah-potensi-obyek-daya-tarik-wisata-odtw-berdasarkan-jenis-dan-kabupatenkota-di-jawa-barat. [Diakses: 10-Mar-2025].
D. K. Bandung, Profil Perkembangan Kependudukan Kota Bandung Tahun 2024. 2024.
Agustini et al., Metode penelitian kualitatif (Teori & panduan praktis analisis data kualitatif), no. May 2024. 2020.
C. Ramadhania, “Youth Culture Center di Surabaya dengan Pendekatan Arsitektur Regionalisme,” 2020.
Dwi Annisa dan Wahyuni Zahrah, “Perancangan Youth Center di Tebing Tinggi dengan Pendekatan Arsitektur Metafora,” Abstr. J. Kaji. Ilmu seni, Media dan Desain, vol. 1, no. 4, hal. 151–164, 2024.
C. V. Silaban dan C. Punuh, “Arsitektur Feminisme,” Media Matrasain, vol. 8, no. 2, hal. 29–38, 2011.
D. N. Efafras dan N. L. Latifah, “Implementasi Arsitektur Neo Vernakular Sunda di Wisata Edukasi Pawon Historical Area,” J. Arsit. TERRACOTTA, vol. 5, no. 1, hal. 66–77, 2024.
I. M. Faizal dan J. Ekawati, “Application of Traditional Sundanese Architectural Concepts in an Edu-Cultural Tourism Site in Bandung, Indonesia,” ISVS e-journal, vol. 10, no. 9, hal. 77–89, 2023.
E. Septianto, A. Damayanti Putri, A. R. Syafitri, A. A. Haji, dan A. Karmelia, “Pola Ruang dan Aktivitas pada Desain Alun-alun Ujung Berung,” J. Reka Karsa © Jur. Arsit. Itenas |, vol. VI, no. 1, hal. 1–12, 2018.
L. Saleh, F., Soejadi, “Makna 'Silas" menurut Kearifan Budaya Sunda Perspektif Filsafat Nilai: Relevansinya bagi Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Sosiohumaniora, vol. 15, no. 2, hal. 158–166, 2013.
N. Fauzia, S. Maslihah, dan D. Z. Wyandini, “Trisilas Local Wisdom Scale , Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh,” J. Psikol. Talent., vol. 5, no. 2, hal. 121, 2020.
E. Septianto, M. I. Djimantoro, P. P. Noviandri, Firmansyah, H. W. Poerbo, dan W. Martokusumo, “Multi-sensory in the conception of place in an urban cultural heritage environment,” ARTEKS J. Tek. Arsit., vol. 8, no. 2, hal. 271–282, 2023.
S. Susanti, D. W. Sjuchro, F. Ilmu, dan K. Universitas, “Saung Angklung Udjo: Wisata dan Pelestarian Budaya,” J. Ilmu Polit. dan Komun., vol. IX, no. 2, hal. 35–43, 2019.
D. Gusnadi, “Komodifikasi Seni Tradisional Sunda sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Kota Bandung,” J. AKRAB JUARA, vol. 4, no. 3, hal. 14–22, 2019.