PENERAPAN ARSITEKTUR BIOFILIK SEBAGAI KONEKTIVITAS ALAM-MANUSIA PADA PERANCANGAN PUSAT KEGIATAN PEMUDA DI BANDUNG
Keywords:
Arsitektur biofilik, Interaksi social, Konektivitas alam, Pemuda, Ruang publicAbstract
ABSTRAK
Ketimpangan hubungan antara manusia dan alam dalam konteks lingkungan perkotaan modern telah menimbulkan dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, khususnya kesehatan mental, kualitas interaksi sosial, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dampak ini dirasakan secara lebih intens oleh generasi muda yang hidup di tengah kepadatan dan fragmentasi ruang kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan prinsip-prinsip arsitektur biofilik dalam perancangan pusat kegiatan pemuda sebagai strategi untuk menciptakan ruang yang mendukung keterhubungan alami, interaksi sosial yang sehat, serta kenyamanan psikologis.Studi kasus dilakukan di kawasan urban padat di wilayah Bandung Timur, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang diterapkan meliputi analisis konteks tapak, observasi perilaku pengguna, serta evaluasi terhadap penerapan elemen-elemen biofilik seperti pencahayaan alami, vegetasi, sirkulasi udara yang baik, dan integrasi lanskap ke dalam ruang bangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan elemen biofilik secara strategis mampu meningkatkan daya tarik ruang, memperkuat ikatan sosial antar pengguna, serta berkontribusi dalam menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kenyamanan emosional, khususnya bagi kalangan muda.Kesimpulan dari studi ini menegaskan bahwa pendekatan arsitektur biofilik bukan hanya menawarkan nilai estetika dan keberlanjutan ekologis, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai solusi desain yang menjawab kebutuhan akan ruang interaksi yang sehat, inklusif, dan mendukung kesejahteraan psikologis di tengah tantangan urbanisasi yang
kompleks.
Kata kunci: Arsitektur biofilik, Interaksi social, Konektivitas alam, Pemuda, Ruang public.
ABSTRACT
The inequality of the relationship between humans and nature in the context of the modern urban environment has had a significant impact on various aspects of life, particularly mental health, the quality of social interactions, and the overall well-being of society. This impact is felt more intensely by the younger generation who live in the midst of density and fragmentation of urban space. This research aims to explore the application of biophilic architectural principles in the design of youth activity centers as a strategy to create spaces that support natural connectedness, healthy social interaction, and psychological comfort. The case study was conducted in a dense urban area in the East Bandung area, using a qualitative approach. The methods applied include site context analysis, observation of user behavior, and evaluation of the application of biophilic elements such as natural lighting, vegetation, good air circulation, and landscape integration into building spaces. The results of the study show that the strategic application of biophilic elements is able to increase the attractiveness of the space, strengthen social ties between users, and contribute to reducing stress levels and increasing emotional comfort, especially for young people. The conclusions of this study confirm that the biophilic architecture approach not only offers aesthetic and ecological sustainability value, but also has great potential as a design solution that addresses the need for healthy, inclusive, and supportive interaction spaces in the midst of complex urbanization challenges.
Keywords: biophilic architecture, nature connectivity, public space, social interaction, youth.
References
Setyaningtyas, N., Winarto, Y., & Triratma, B. (2022). Penerapan Arsitektur Biofilik pada Bangunan Creative Hub di Kota Tangerang. Jurnal Senthong, Universitas Sebelas Maret.
T Azharani, T Hendrarto, B Subekti,(2024) “Penerapan Tropical Modernism Dalam Rancangan Senior Living Di Lembang Kabupaten Bandung Barat,”
A Putri, B Subekti, (2021) “Pendekatan Arsitektur Biofilik pada Rancangan Parahyangan Avenue Mall,”
Putri, K. S., & Jumino. (2025). Desain Arsitektur Biofilik di Perpustakaan “The Light Library” Kabupaten Kendal. Jurnal Anuva, Universitas Diponegoro.
Rosyada, Z. A., & Mutiari, D. (2022). Penerapan Pendekatan Arsitektur Biofilik pada Bangunan Tanatap Ring Garden Ampera, Jakarta. Prosiding Seminar Arsitektur UMS.
Sari, R. P., & Pramudito, A. (2021). Penerapan Konsep Biofilik pada Desain Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Pendidikan. Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil dan Arsitektur, Universitas Negeri Semarang.
Hidayat, R., & Wulandari, D. (2020).Kajian Arsitektur Biofilik dalam Perancangan Fasilitas Publik Ramah Anak. Jurnal Arsitektur Lansekap, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Beatley, T. (2011). Biophilic Cities: Integrating Nature into Urban Design and Planning. Island Press.
Browning, W. D., Ryan, C. O., & Clancy, J. O. (2014). 14 Patterns of Biophilic Design: Improving Health and Well-Being in the Built Environment. Terrapin Bright Green.
Kellert, S. R., Heerwagen, J. H., & Mador, M. L. (2008). Biophilic Design: The Theory, Science and Practice of Bringing Buildings to Life. Wiley.
Ulrich, R. S. (1984). View through a window may influence recovery from surgery. Science, 224(4647), 420–421
White, M. P., et al. (2019). Spending at least 120 minutes a week in nature is associated with good health and wellbeing. Scientific Reports, 9(1), 7730.